Sabtu, 28 November 2015

PENANGGULANGAN PRA BENCANA

BAB I
PENDAHULUAN

   A. Latar  Belakang

            Berdasarkan pengamatan selama ini, kita lebih banyak melakukan kegiatan pasca bencana (post event) berupa emergency response dan recovery daripada kegiatan sebelum bencana berupa disaster reduction/mitigation dan disaster preparedness. Padahal, apabila kita memiliki sedikit perhatian terhadap kegiatan-kegiatan sebelum bencana, kita dapat mereduksi potensi bahaya/ kerugian (damages) yang mungkin timbul ketika bencana.
Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan sebelum bencana dapat berupa pendidikan peningkatan kesadaran bencana (disaster awareness), latihan penanggulangan bencana (disaster drill), penyiapan teknologi tahan bencana (disaster-proof), membangun sistem sosial yang tanggap bencana, dan perumusan kebijakan-kebijakan penanggulangan bencana (disaster management policies)
Secara umum kegiatan manajemen bencana dapat dibagi dalam kedalam tiga kegiatan utama, yaitu:
1.      Kegiatan pra bencana yang mencakup kegiatan pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, serta peringatan dini;
2.      Kegiatan saat terjadi bencana yang mencakup kegiatan tanggap darurat untuk meringankan penderitaan sementara, seperti kegiatan search and rescue (SAR), bantuan darurat dan pengungsian;
3.      Kegiatan pasca bencana yang mencakup kegiatan pemulihan, rehabilitasi, dan rekonstruksi.
Kegiatan pada tahap pra bencana ini selama ini banyak dilupakan, padahal justru kegiatan pada tahap pra bencana ini sangatlah penting karena apa yang sudah dipersiapkan pada tahap ini merupakan modal dalam menghadapi bencana dan pasca bencana. Sedikit sekali pemerintah bersama masyarakat maupun swasta memikirkan tentang langkah-langkah atau kegiatan-kegiatan apa yang perlu dilakukan didalam menghadapi bencana atau bagaimana memperkecil dampak bencana.
Kegiatan saat terjadi bencana yang dilakukan segera pada saat kejadian bencana, untuk menanggulangi dampak yang ditimbulkan, terutama berupa penyelamatan korban dan harta benda, evakuasi dan pengungsian, akan mendapatkan perhatian penuh baik dari pemerintah bersama swasta maupun masyarakatnya. Pada saat terjadinya bencana biasanya begitu banyak pihak yang menaruh perhatian dan mengulurkan tangan memberikan bantuan tenaga, moril maupun material. Banyaknya bantuan yang datang sebenarnya merupakan sebuah keuntungan yang harus dikelola dengan baik, agar setiap bantuan yang masuk dapat tepat guna, tepat sasaran, tepat manfaat, dan terjadi efisiensi.
Kegiatan pada tahap pasca bencana, terjadi proses perbaikan kondisi masyarakat yang terkena bencana, dengan memfungsikan kembali prasarana dan sarana pada keadaan semula. Pada tahap ini yang perlu diperhatikan adalah bahwa rehabilitasi dan rekonstruksi yang akan dilaksanakan harus memenuhi kaidah-kaidah kebencanaan serta tidak hanya melakukan rehabilitasi fisik saja, tetapi juga perlu diperhatikan juga rehabilitasi psikis yang terjadi seperti ketakutan, trauma atau depresi.
Dari uraian di atas, terlihat bahwa titik lemah dalam Siklus Manajemen Bencana adalah pada tahapan sebelum/pra bencana, sehingga hal inilah yang perlu diperbaiki dan ditingkatkan untuk menghindari atau meminimalisasi dampak bencana yang terjadi.

B. Rumusan Masalah

1.     Apa yang dimaksud dengan penaggulangan bencana?
2.     Pengertian penyuluhan sosial mengenai penanggulangan bencana berbasis masnyarakat?
3.     Apa tujuan dari penyuluhan sosial?
4.     Bagaimana fungsi penyuluhan sosial mengenai penanggulangan bencana berbasis masyarakat?
5.     Bagaimana kompetensi dalam penyuluhan sosial?
      
 C. Tujuan Rumusan

1.     Untuk mengetahui apa itu penanggulangan bencana,
2.     Untuk mengetahui pengertian dari penyuluhan sosial mengenai penanggulangan bencana berbasis masyarakat,
3.     Untuk mengetahui tujuan penyuluhan sosial,
4.     Untuk mengetahui bagaimana fungsi penyuluhan sosial mengenai penanggulangan bencana berbasis masyarakat, dan
5.     Untuk mengetahui kompetensi dalam penyuluhan sosial.





BAB II
PEMBAHASAN
1.      Definisi Bencana (Disaster)
•      bencana adalah peristiwa/kejadian pada suatu daerah yang mengakibatkan kerusakan ekologi, kerugian kehidupan manusia serta memburuknya kesehatan dan pelayanan kesehatan yang bermakna sehingga memerlukan bantuan luar biasa dari pihak luar (Depkes RI)
•      bencana (disaster) menurut WHO adalah setiap kejadian yang menyebabkan kerusakan, gangguan ekologis, hilangnya nyawa manusia atau memburuknya derajat kesehatan atau pelayanan kesehatan pada skala tertentu yang memerlukan respon dari luar masyarakat atau wilayah yang terkena.
•      Bencana adalah situasi dan kondisi yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Tergantung pada cakupannya, bencana ini bisa merubah pola kehidupan dari kondisi kehidupan masyarakat yang normal menjadi rusak, menghilangkan harta benda dan jiwa manusia, merusak struktur sosial masyarakat, serta menimbulkan lonjakan kebutuhan dasar (BAKORNAS PBP)

2.      Jenis Bencana
Usep Solehudin (2005) mengelompokkan bencana menjadi 2 jenis yaitu:
1.                  Bencana alam (natural disaster) yaitu kejadian-kejadian alami seperti kejadian-kejadian alami seperti banjir, genangan, gempa bumi, gunung meletus, badai, kekeringan, wabah, serangga dan lainnya.
2.                  Bencana ulah manusia (man made disaster) yaitu kejadian-kejadian karena perbuatan manusia seperti tabrakan pesawat udara atau kendaraan, kebakaran, huru-hara, sabotase, ledakan, gangguan listrik, ganguan komunikasi, gangguan transportasi dan lainnya.


Berdasarkan cakupan wilayah, bencana terdiri dari;
1. Bencana Lokal
Memberikan dampak pada wilayah sekitarnya yang berdekatan. Bencana terjadi pada sebuah gedung atau bangunan-bangunan disekitarnya. Biasanya adalah karena akibat faktor manusia seperti kebakaran, ledakan, terorisme, kebocoran bahan kimia dan lainnya
2. Bencana regional
Memberikan dampak atau pengaruh pada area geografis yang cukup luas, dan biasanya disebabkan oleh faktor alam, seperti badai, banjir, letusan gunung, tornado dan lainnya . Jenis-jenis ancaman bahaya yang terdapat di wilayah / daerah yang diperoleh dari data kejadian bencana di daerah yang bersangkutan.
1.      Gempa Bumi Bencana yang dapat timbul oleh gempa bumi ialah berupa kerusakan atau kehancuran bangunan (rumah, sekolah, rumah sakit dan bangunan umum lain), dan konstruksi prasarana fisik (jalan, jembatan, bendungan, pelabuhan laut/udara, jaringan listrik dan telekomunikasi, dli), serta bencana sekunder yaitu kebakaran dan korban akibat timbulnya kepanikan.
2.      Tsunami Tsunami adalah gelombang pasang yang timbul akibat terjadinya gempa bumi di laut, letusan gunung api bawah laut atau longsoran di laut. Namun tidak semua fenomena tersebut dapat
3.      Letusan Gunung Api Pada letusan gunung api, bencana dapat ditimbulkan oleh jatuhan material letusan, awan panas, aliran lava, gas beracun, abu gunung api, dan bencana sekunder berupa aliran Iahar.
4.      Banjir Indonesia daerah rawan bencana, baik karena alam maupun ulah manusia. Hampir semua jenis bencana terjadi di Indonesia, yang paling dominan adalah banjir tanah longsor dan kekeringan. Banjir sebagai fenomena alam terkait dengan ulah manusia  terjadi sebagai akibat akumulasi beberapa faktor yaitu : hujan, kondisi sungai, kondisi daerah hulu, kondisi daerah budidaya dan pasang surut air laut
5.      Tanah Longsor Longsoran merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan, ataupun percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat dari terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng tersebut. Pemicu dari terjadinya gerakan tanah ini adalah curah hujan yang tinggi serta kelerengan tebing.
6.      Kebakaran Potensi bahaya kebakaran hutan dan lahan di Indonesia cukup besar. Hampir setiap musim kemarau Indonesia menghadapi bahaya kebakaran lahan dan hutan dimana berdapak sangat luas tidak hanya kehilangan keaneka ragaman hayati tetapi juga timbulnya ganguan asap di wilayah sekitar yang sering kali mengganggu negara-negara tetangga.
7.      Kekeringan Bahaya kekeringan dialami berbagai wilayah di Indonesia hampir setiap musim kemarau. Hal ini erat terkait dengan menurunnya fungsi lahan dalam menyimpan air. Penurunan fungsi tersebut ditengarai akibat rusaknya ekosistem akibat pemanfaatan lahan yang berlebihan. Dampak dari kekeringan ini adalah gagal panen, kekurangan bahan makanan hingga dampak yang terburuk adalah banyaknya gejala kurang gizi bahkan kematian.
8.      Epidemi dan Wabah Penyakit Wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka.
9.      Kebakaran Gedung dan Pemukiman Kebakaran gedung dan permukiman penduduk sangat marak pada musim kemarau. Hal ini terkait dengan kecerobohan manusia diantaranya pembangunan gedung/rumah yang tidak mengikuti standard keamanan bangunan serta perilaku manusia. Hubungan arus pendek listrik, meledaknya kompor serta kobaran api akibat lilin/lentera untuk penerangan merupakan sebab umum kejadian kebakaran permukiman/gedung.
10.  Kegagalan Teknologi Kegagalan teknologi merupakan kejadian yang diakibatkan oleh kesalahan desain, pengoperasian, kelalaian dan kesengajaan manusia dalam menggunakan teknologi dan atau industri. Dampak yang ditimbulkan dapat berupa kebakaran, pencemaran bahan kimia, bahan radioaktif/nuklir, kecelakaan industri, kecelakaan transportasi yang menyebabkan kerugian jiwa dan harta benda. 

3.         Manajemen Bencana
Merupakan suatu kegiatan yang meliputi aspek perencanaan dan penanggulangan bencana pada sebelum, saat, dan sesudah terjadi bencana.
Fungsi Manajemen bencana:
         Mencegah kehilangan jiwa
         Mengurangi penderitaan manusia
         Memberi informasi pada masyarakat dan pihak berwenang mengenai resiko
         Mengurangi kerusakan harta benda dan kehilangan sumber ekonomis
         Mempercepat proses pemulihan



























BAB III
PRA BENCANA

3.1  Pra Bencana
Manajemen Kebencanaan Pengelolaan kebencanaan dapat dibagi ke dalam 3 kelompok aktivitas, yaitu : pra bencana, (saat) bencana, dan pasca bencana
Pra bencana: Pada masa pra bencana atau disebut juga sebagai fase penyadaran akan bencana, jajaran pers dapat memainkan perannya selaku pendidik publik lewat artikel ataupun berita yang disajikannya secara priodik, terencana, populer, digemari dan mencerahkan serta memperkaya khazanah alam pikiran publik dengan target antara lain :
(1) Peningkatan pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang bencana, mekanisme quick respon, langkah-langkah resque yang perlu, cepat dan tepat untuk meminimalisasi korban serta menekan kerugian harta/benda,
(2) Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (SDM) melalui muatan-muatan artikel tematis yang bersifat penumbuhan kesadaran masyarakat terhadap potensi, jenis dan sifat bencana),
(3) Perencanaan pengembangan wilayah dan pertumbuhan tata-ruang;
(4) Pelestarian lingkungan.

3.2 Tahap Pra Bencana
Pada tahap pra bencana ini meliputi dua keadaan yaitu :
a.    Situasi tidak terjadi bencana
Situasi tidak ada potensi bencana yaitu kondisi suatu wilayah yang berdasarkan analisis kerawanan bencana pada periode waktu tertentu tidak menghadapi ancaman bencana yang nyata.
Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam situasi tidak terjadi bencana meliputi :
1)   perencanaan penanggulangan bencana;
2)   pengurangan risiko bencana;
3)   pencegahan;
4)   pemaduan dalam perencanaan pembangunan;
5)   persyaratan analisis risiko bencana;
6)   pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang;
7)   pendidikan dan pelatihan; dan
8)   persyaratan standar teknis penanggulangan bencana.

3.3 Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan sebelum bencana dapat berupa:
        Pendidikan peningkatan kesadaran bencana (disaster awareness)
        Latihan penanggulangan bencana (disaster drill)
        Penyiapan teknologi tahan bencana (disaster-proof)
        Membangun sistem sosial yang tanggap bencana
        Perumusan kebijakan-kebijakan penanggulangan bencana (disaster management policies).

3.4  Prosedur & Tahapan Penanggulangan Pra Bencana
         Merencanakan dan melaksanakan kegiatan Ronda (pemantauan, informasi dan komunikasi).
         Mengamati perkembangan aktivitas gunung Merapi ,saling menginformasikan dan mengkomunikasikan perkembangan.
         Merencanakan dan Mensosialisasikan Kesepakatan tanda bahaya : Kentongan, sirine, peluit atau apa yang disepakati.
         Merencanakan dan Mensosialisasikan Kesepakatan jalur evakuasi : Disepakati jalur mana yang akan dilewati untuk penyelamatan.
         Merencanakan dan Mensosialisaasikan Kesepakatan Tujuan/Tempat Pengungsian : Disepakati tujuan pengungsian ke tempat yang lebih aman.
         Mensosialisasikan Persiapan Masing Masing  Keluarga : Yang diselamatkan : surat-surat berharga, ternak, pakaian secukupnya.

3.5 Pemanfaatan Sumber Daya  Masyarakat / Komunitas Yang Ada Pada Pra Bencana
a.   Perangkat Komunikasi & Informasi :
         Peralatan Komunikasi (HT, Telepon Dll)
         Denah Jalur Pengungsian yang dipahami dan dimengerti oleh masyarakat.
         Alat Penyampaian Tanda Bahaya Yang di Sepakati ( kentongan , sirene ,dll )
         Tempat Tujuan Pengungsian Yang di Sepakati
         Sosialisasi Melalui Selebaran, Penyuluhan, Pelatihan Sederhana.
         Menginformasikan Bahaya Merapi.
b.   Membantu Pengorganisasian Masyarakat
         Siskamling + Pengamatan Aktivitas Gunung Merapi
         Kerjasama dengan Perangkat Desa Setempat , PEMDA , LSM
         Mempersiapkan/Membuat Alat Penyampai Tanda Bahaya Yang di Sepakati
         Mempersiapkan Alat Bantu Transportasi
         Mempersiapkan/Membuat Alat Bantu Penerangan (obor, senter, dll)

3.6 Mitigasi Bencana yang Efektif
Mitigasi bencana yang efektif harus memiliki tiga unsur utama, yaitu penilaian bahaya, peringatan dan persiapan.
1.      Penilaian bahaya (hazard assestment); diperlukan untuk mengidentifikasi populasi dan aset yang terancam, serta tingkat ancaman. Penilaian ini memerlukan pengetahuan tentang karakteristik sumber bencana, probabilitas kejadian bencana, serta data kejadian bencana di masa lalu. Tahapan ini menghasilkan Peta Potensi Bencana yang sangat penting untuk merancang kedua unsur mitigasi lainnya;
2.      Peringatan (warning); diperlukan untuk memberi peringatan kepada masyarakat tentang bencana yang akan mengancam (seperti bahaya tsunami yang diakibatkan oleh gempa bumi, aliran lahar akibat letusan gunung berapi, dsb). Sistem peringatan didasarkan pada data bencana yang terjadi sebagai peringatan dini serta menggunakan berbagai saluran komunikasi untuk memberikan pesan kepada pihak yang berwenang maupun masyarakat. Peringatan terhadap bencana yang akan mengancam harus dapat dilakukan secara cepat, tepat dan dipercaya.
3.      Persiapan (preparedness). Kegiatan kategori ini tergantung kepada unsur mitigasi sebelumnya (penilaian bahaya dan peringatan), yang membutuhkan pengetahuan tentang daerah yang kemungkinan terkena bencana dan pengetahuan tentang sistem peringatan untuk mengetahui kapan harus melakukan evakuasi dan kapan saatnya kembali ketika situasi telah aman.
Tingkat kepedulian masyarakat dan pemerintah daerah dan pemahamannya sangat penting pada tahapan ini untuk dapat menentukan langkah-langkah yang diperlukan untuk mengurangi dampak akibat bencana. Selain itu jenis persiapan lainnya adalah perencanaan tata ruang yang menempatkan lokasi fasilitas umum dan fasilitas sosial di luar zona bahaya bencana (mitigasi non struktur), serta usaha-usaha keteknikan untuk membangun struktur yang aman terhadap bencana dan melindungi struktur akan bencana (mitigasi struktur).

3.7  Mitigasi Bencana Berbasis Masyarakat
Penguatan kelembagaan, baik pemerintah, masyarakat, maupun swasta merupakan faktor kunci dalam upaya mitigasi bencana. Penguatan kelembagaan dalam bentuk dalam kesiapsiagaan, sistem peringatan dini, tindakan gawat darurat, manajemen barak dan evakuasi bencana bertujuan mewujudkan masyarakat yang berdaya sehingga dapat meminimalkan dampak yang ditimbulkan oleh bencana.
Sementara itu upaya untuk memperkuat pemerintah daerah dalam kegiatan sebelum/pra bencana dapat dilakukan melalui perkuatan unit/lembaga yang telah ada dan pelatihan kepada aparatnya serta melakukan koordinasi dengan lembaga antar daerah maupun dengan tingkat nasional, mengingat bencana tidak mengenal wilayah administrasi, sehingga setiap daerah memiliki rencana penanggulangan bencana yang potensial di wilayahnya.

3.8  Hal yang perlu dipersiapkan dan diperhatikan dalam mitigasi bencana, antara lain:

a.      Kegiatan pra bencana oleh pemerintah
1.        Kebijakan yang mengatur tentang pengelolaan kebencanaan atau mendukung usaha preventif kebencanaan seperti kebijakan tataguna tanah agar tidak membangun di lokasi yang rawan bencana;
2.        Kelembagaan pemerintah yang menangani kebencanaan, yang kegiatannya mulai dari identifikasi daerah rawan bencana, penghitungan perkiraan dampak yang ditimbulkan oleh bencana, perencanaan penanggulangan bencana, hingga penyelenggaraan kegiatan-kegiatan yang sifatnya preventif kebencanaan;
3.        Indentifikasi lembaga-lembaga yang muncul dari inisiatif masyarakat yang sifatnya menangani kebencanaan, agar dapat terwujud koordinasi kerja yang baik;
4.        Pelaksanaan program atau tindakan ril dari pemerintah yang merupakan pelaksanaan dari kebijakan yang ada, yang bersifat preventif kebencanaan;
5.        Meningkatkan pengetahuan pada masyarakat tentang ciri-ciri alam setempat yang memberikan indikasi akan adanya ancaman bencana.
b.    Kegiatan pra bencana pada daerah potensi bencana
Pada situasi ini perlu adanya kegiatan-kegiatan kesiapsiagaan, peringatan dini dan mitigasi bencana dalam penanggulangan bencana.
1)   Kesiapsiagaan
Kesiapsiagaan merupakan salah satu bagian dari proses manajemen bencana dan di dalam konsep pengelolaan bencana yang berkembang saat ini, peningkatan kesiapsiagaan merupakan salah satu elemen penting dari kegiatan pengurangan risiko bencana yang bersifat pro-aktif, sebelum terjadinya bencana.
Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna (UU RI No.24 Tahun 2007). Sedangkan Kesiapsiagaan menurut Carter (1991) adalah tindakan-tindakan yang memungkinkan pemerintahan, organisasi, masyarakat, komunitas, dan individu untuk mampu menanggapi suatu situasi bencana secara cepat dan tepat guna. Termasuk kedalam tindakan kesiapsiagaan adalah penyusunan rencana penanggulangan bencana, pemeliharan dan pelatihan personil.
Kesiapsiagaan adalah upaya yang dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana guna menghindari jatuhnya korban jiwa, kerugian harta benda, dan berubahnya tata kehidupan masyarakat. Sebaiknya suatu kabupaten kota melakukan kesiapsiagaan.
Kesiapsiagaan menghadapi bencana adalah suatu kondisi suatu masyarakat yang baik secara individu maupun kelompok yang memiliki kemampuan secara fisik dan psikis dalam menghadapi bencana. Kesiapsiagaan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari manajemen bencana secara terpadu. Kesiapsiagaan adalah bentuk apabila suatu saat terjadi bencana dan apabila masih lama akan terjadi, maka cara yang terbaik adalah menghindari resiko yang akan terjadi, tempat tinggal, seperti jauh dari jangkauan banjir. Kesiapsiagaan adalah setiap aktivitas sebelum terjadinya bencana yang bertujuan untuk mengembangkan kapasitas operasional dan memfasilitasi respon yang efektif ketika suatu bencana terjadi.
Perubahan paradigma penanggulangan bencana yaitu tidak lagi memandang penanggulangan bencana merupakan aksi pada saat situasi tanggap darurat tetapi penanggulangan bencana lebih diprioritaskan pada fase prabencana yang bertujuan untuk mengurangi resiko bencana. Sehingga semua kegiatan yang berada dalam lingkup pra bencana lebih diutamakan.
a)    Mencakup penyusunan rencana pengembangan sistem peringatan, pemeliharaan persediaan dan pelatihan personil.
b)   Mungkin juga merangkul langkah-langkah pencarian dan penyelamatan serta rencana evakuasi untuk daerah yang mungkin menghadapi risiko dari bencana berulang.
c)    Langkah-langkah kesiapan tersebut dilakukan sebelum  peristiwa bencana terjadi dan ditujukan untuk meminimalkan korban jiwa, gangguan layanan, dan kerusakan saat bencana terjadi.
Adapun kegiatan kesiapsiagaan secara umum adalah:
a) kemampuan menilai resiko
b) perencanaan siaga
c) mobilisasi sumberdaya
d) pendidikan dan pelatihan
e) koordinasi
f) mekanisme respon
g) manajemen informasi
h) gladi/ simulasi.

2)   Peringatan dini
a)        Prinsip Dasar Peringatan Dini
Sistem peringatan dini menjadi bagian penting dari mekanisme kesiapsiagaan masyarakat, karena peringatan dapat menjadi faktor kunci penting yang menghubungkan antara tahap kesiapsiagaan dan tanggap darurat. Secara teoritis bila peringatan dini disampaikan tepat waktu, maka suatu peristiwa yang dapat menimbulkan bencana dahsyat dapat diperkecil dampak negatifnya.
Seberapa besar peringatan dapat mengurangi dampak suatu peristiwa bencana akan sangat bergantung pada banyak faktor, misalnya:
1)        Ketepatan peringatan
2)        Jarak waktu yang tersedia antara keluarnya peringatan sampai datangnya peristiwa yang dapat menimbulkan bencana
3)        Seberapa siap perencanaan pra bencana dan kesiapsiagaan masyarakat, termasuk kemampuan masyarakat untuk menanggapi peringatan tersebut dan melakukan tindakan antisipasi secara tepat.
Seiring meningkatnya intensitas dan frekuensi berbagai ancaman bencana yang terjadi di Indonesia, kesiapsiagaan perlu didorong agar dalam meng- hadapi situasi darurat masyarakat dapat berperan maksimal sesuai dengan kapasitas dan tanggungjawabnya. Hal ini mengingat masyarakat tidak selalu menerima peringatan dini yang dikeluarkan oleh lembaga terkait. Kebijakan pencegahan terlalu penting jika hanya diserahkan kepada pemerintah atau lembaga internasional saja (Ko_ Annan, 1999). Masyarakat diharapkan dapat memanfaatkan sarana yang ada disekitarnya sebagai sumber informasi dan komunikasi. Walaupun sesungguhnya masyarakat sebagai sumber informasi dan komunikasi. Walaupun sesungguhnya masyarakat telah memiliki pengetahuan dan kearifan lokal tentang gejala alam sebagai tanda-tanda akan terjadinya suatu bencana. Pengetahuan akan gejala alam tersebut sangat diperlukan, karena merupakan salah satu bentuk peringatan dini bagi masyarakat untuk dapat melakukan tindakan penyelamatan diri. Dalam pengantar /Pedoman WMO pada Praktek Pelayanan Cuaca Publik" dinyatakan bahwa peringatan dini hanya apabila diterima, dipahami, dipercaya, dan ditindak lanjuti.

b)      Unsur Peringatan Dini
Tujuan dari pengembangan sistem peringatan dini yang berbasis masyarakat adalah untuk memberdayakan individu dan masyarakat yang terancam bahaya untuk bertindak dalam waktu yang cukup dan dengan cara-cara yang tepat untuk mengurangi kemungkinan terjadinya korban luka, hilangnya jiwa, serta rusaknya  harta benda dan lingkungan.
Sistem peringatan dini yang lengkap dan efektif terdiri atas empat unsur yang saling terkait, mulai dari pengetahuan tentang bahaya dan kerentanan, hingga kesiapan dan kemampuan untuk menanggulangi. Pengalaman baik dari sistem peringatan dini juga memiliki hubungan antar-ikatan yang kuat dan saluran komunikasi yang efektif di antara semua elemen tersebut. Keempat elemen tersebut adalah:
          Pengetahuan tentang risiko
Risiko akan muncul dari kombinasi adanya bahaya dan kerentanan di lokasi tertentu. Kajian terhadap risiko bencana memerlukan pengumpulan dan analisis data yang sitematis serta harus mempertimbangkan sifat dinamis dari bahaya dan kerentanan yang muncul dari berbagai proses seperti urbanisasi, perubahan pemanfaatan lahan, penurunan kualitas lingkungan, dan perubahan iklim. Kajian dan peta risiko bencana akan membantu memotivasi orang, sehingga mereka akan memprioritaskan pada kebutuhan sistem peringatan dini dan penyiapan panduan untuk mencegah dan menanggulangi bencana.
        Pemantauan dan layanan peringatan
Layanan peringatan merupakan inti dari sistem. Harus ada dasar ilmiah yang kuat untuk dapat memprediksi dan meramalkan munculnya bahaya, dan harus ada sistem peramalan dan peringatan yang andal yang beroperasi 24 jam sehari.
Pemantauan yang terus menerus terhadap parameter bahaya dan gejala-gejala awalnya sangat penting untuk membuat peringatan yang akurat secara tepat waktu. Layanan peringatan untuk bahaya yang berbeda-beda sedapat mungkin harus dikoordinasikan dengan memanfaatkan jaringan kelembagaan, prosedural, dan komunikasi yang ada.
        Penyebarluasan dan komunikasi
Peringatan harus menjangkau semua orang yang terancam bahaya. Pesan yang jelas yang berisi empat unsur kunci dari Sistem Peringatan Dini yang Terpusat pada Masyarakat.
Informasi yang sederhana namun berguna sangatlah penting untuk melakukan tanggapan yang tepat, yang akan membantu menyelamatkan jiwa dan kehidupan. Sistem komunikasi tingkat regional, nasional, dan masyarakat  harus diidentifikasi dahulu, dan pemegang kewenangan yang sesuai harus terbentuk. Penggunaan berbagai saluran komunikasi sangat perlu untuk memastikan agar sebanyak mungkin orang yang diberi peringatan, guna menghindari terjadinya kegagalan di suatu saluran, dan sekaligus untuk memperkuat pesan peringatan.


        Kemampuan penanggulangan
Sangat penting bahwa masyarakat harus memahami bahaya yang mengancam mereka; dan mereka harus mematuhi layanan peringatan dan mengetahui bagaimana mereka harus bereaksi. Program pendidikan dan kesiapsiagaan memainkan peranan penting di sini. Juga penting bahwa rencana penanganan bencana dapat dilaksanakan secara tepat, serta sudah dilakukan dengan baik dan sudah teruji. Masyarakat harus mendapat informasi selengkapnya tentang pilihan-pilihan untuk perilaku yang aman, ketersediaan rute penyelamatan diri, dan cara terbaik untuk menghindari kerusakan dan kehilangan harta benda.

c)      Peringatan Dini Berbasis Masyarakat
      Sistem Peringatan Dini Nasional
Peringatan dini di masyarakat dapat dikembangkan dengan mengacu pada skema peringatan yang ada pada tingkat nasional dimana sumber peringatan resmi berasal dari lembaga yang memiliki kewenangan untuk mengeluarkan peringatan.
Lembaga-lembaga tersebut adalah:
      Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB);
      Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geo_sika (BMKG), bertanggungjawab untuk memberikan peringatan dini cuaca, bencana gempa bumi dan tsunami;
      Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, (PVMBG), Badan Geologi bertanggungjawab untuk memberikan peringatan dini bencana Letusan gunungapi dan gerakan tanah;
      Kementerian Pekerjaan Umum, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Air, bertanggungjawab untuk memberikan peringatan bencana banjir dan kekeringan;
       Kementerian Kehutanan bertanggungjawab untuk memberikan peringatan dini bencana kebakaran hutan.

Peringatan dini pada tingkat masyarakat harus memiliki beberapa prinsip sebagai berikut:
         Tepat waktu
         Akurat
         Dapat dipertanggung jawabkan.
Suatu sistem peringatan dini akan dapat dilaksanakan jika memenuhi
ketiga syarat berikut:
           Adanya informasi resmi yang dapat dipercaya;
           Adanya alat dan tanda bahaya yang disepakati;
           Ada cara/mekanisme untuk menyebarluaskan peringatan tersebut
           Sistem Peringatan Dini di Masyarakat
Peringatan dini masyarakat dikembangkan dengan mengacu pada skema peringatan yang ada pada nasional yang memiliki kewenangan untuk mengeluarkan peringatan resmi (o_cial warning). Hal ini diperlukan agar informasi peringatan dini dapat diimplementasikan di masyarakat. Pada beberapa wilayah di mana tidak dapat menerima peringatan dini bencana dari lembaga nasional, maka gejala alam akan terjadinya bencana menjadi salah satu hal yang harus diperhatikan sebagai indikasi akan terjadinya bencana, sehingga hal tersebut dapat dijadikan dasar pengambilan keputusan bentuk peringatan dini yang akan dikeluarkan.

3) Mitigasi
Mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Mitigasi bencana merupakan suatu aktivitas yang berperan sebagai tindakan pengurangan dampak bencana, atau usaha-usaha yang dilakukan untuk megurangi korban ketika bencana terjadi, baik korban jiwa maupun harta. Dalam melakukan tindakan mitigasi bencana, langkah awal yang kita harus lakukan ialah melakukan kajian resiko bencana terhadap daerah tersebut. Dalam menghitung resiko bencana sebuah daerah kita harus mengetahui Bahaya (hazard), Kerentanan (vulnerability) dan kapasitas (capacity)  suatu wilayah yang berdasarkan pada karakteristik kondisi fisik dan wilayahnya

2.6    Aplikasi Kegiatan Pra Bencana
1.         Kesiapsiagaan Rumah Tangga dalam Menghadapi Banjir
Menurut LIPI UNESCO/ISDR (2006) kesiapsiagaan individu dan rumah tangga untuk mengantisipasi bencana alam, khususnya banjir yaitu :
a.         Pengetahuan dan sikap terhadap resiko bencana
b.         Kebijakan dan panduan
c.         Rencana untuk keadaan darurat bencana
d.        Sistim peringatan bencana
e.         Kemampuan untuk memobilisasi sumber daya.
Penjelasan di atas adalah sebagai berikut :
a.         Pengetahuan dan sikap terhadap resiko bencana
Pengetahuan merupakan faktor utama dan menjadi kunci untuk kesiapsiagaan. Pengetahuan yang harus dimiliki oleh individu dan rumah tangga tentang kejadian alam dan bencana banjir (tipe, sumber, besaran, lokasi), kerentanan fisik bangunan (bentuk dan fondasi). Pengetahuan yang dimiliki biasanya dapat mempengaruhi sikap dan kepedulian masyarakat untuk siap dan siaga dalam mengantisipasi bencana terutama bagi mereka yang bertempat tinggal di daerah rawan bencana seperti banjir.
b.      Kebijakan keluarga untuk kesiapsiagaan
Kebijakan kesiapsiagaan berupa kesepakatan keluarga mengenai tempat evakuasi dalam situasi darurat, kesepakatan keluarga untuk melakukan atau berpartisipasi dalam simulasi evaluasi.
c.       Rencana Tanggap Darurat
Rencana tanggap darurat meliputi 7 (tujuh) komponen :
1)        Rencana keluarga untuk merespon keadaan darurat ysitu adanya rencana penyelamatan keluarga (siapa melakukan apa) bila terjadi kondisi darurat.
2)        Rencana evakuasi meliputi tersedianya peta, tempat jalur evakuasi keluarga, tempat berkumpulkan keluarga saat bencana, adanya kerabat/keluarga/teman yang menyediakan tempat pengungsian sementara dalam keadaan darurat.
3)        Pertolongan pertama, penyelamatan, keselamatan dan keamanan.
a.    Tersedianya kotak P3K atau obat-obatan penting untuk pertolongan pertama keluarga.
b.    Adanya rencana untuk penyelamatan dan keselamatan keluarga
c.    Adanya anggota keluarga yang mengikuti pelatihan pertolongan pertama
d.   Adanya anggota keluarga yang mengikuti latihan dan keterampilan evakuasi.
e.    Adanya akses untuk merespon keadaan darurat.
f.      Pemenuhan kebutuhan dasar
g.    Peralatan dan perlengkapan
h.    Fasilitas-fasilitas penting yang memiliki akses dengan bencana
i.      Latihan dan simulasi/gladi
d.      Sistem Peringatan Bencana
Tersedianya sumber-sumber informasi untuk peringatan bencana baik dari sumber tradisional maupun lokal. Adanya akses untuk mendapatkan informasi peringatan bencana. Peringatan dini meliputi penyampaian informasi yang tepat waktu dan efektif melalui kelembagaan yang jelas sehingga memungkinkan setiap individu dan rumah tangga yang terancam bahaya dapat mengambil langkah untuk menghindari atau mengurangi resiko dan mempersiapkan diri untuk melakukan upaya tanggap darurat yang efektif.
Kepala keluarga dapat melakukan tindakan yang tepat untuk mengurangi korban jiwa, harta benda dan kerusakan lingkungan dengan peringatan bencana dini untuk itu diperlukan latihan/simulasi bencana yang harus dilakukan apabila mendengar peringatan, kemana dan bagaimaan menyelamatkan diri pada waktu tertentu sesuai dengan lokasi dimana kepala keluarga sedang berada saat terjadinya peringatan.
e.       Mobilisasi Sumber Daya
1)   Adanya anggota keluarga yang terlibat dalam seminar/ pertemuan/ pelatihan kesiapsiagaan bencana.
2)   Adanya keterampilan anggota keluarga yang berkaitan dengan kesiapsiagaan terhadap bencana.
3)   Adanya tabungan yang berkaitan dengan kesiapsiagaan bencana.
4)   Kesepakatan keluarga untuk melakukan latihan simulasi dan memantau tas siaga bencana secara reguler.

2.    Mitigasi dalam Menghadapi Banjir
Mitigasi untuk menghadapi banjir secara terpadu untuk setiap warga perorangan sangat diperlukan. Jika terjadi banjir pada kategori sedang, tidak dilakukan evakuasi. Namun, jika ketinggian air telah mencapai 1,5 – 2 m maka perlu beberapa langkah untuk menghadapinya (Mistra, 2007).
Untuk rumah tidak bertingkat apabila lokasi rumah berada di wilayah yang sering langganan banjir maka perlu dilakukan beberapa persiapan untuk rumah satu lantai yaitu:
1)        Merombak ruang rangka atap dan jadikan sebagai tempat tinggal darurat.
2)        Buat bukaan pada atap genteng yang dapat berfungsi sebagai jendela atau pintu keluar penyelamatan diri bila terlihat permukaan air terus meninggi.
3)        Buat lubang tangga darurat pada plafon di tempat tertentu untuk akses naik ke atas atap.
4)        Buat alat pemantau ketinggian air (patok pengamat banjir). Patok ini ditempatkan dekat lubang tempat naik ke ruang bawah atap.
5)        Buat instalasi listrik darurat, terpisah dari instalasi PLN di atas ruang atap yang dijadikan tempat tinggal.
6)        Tempatkan generator secara khusus dan dibuatkan cerobong asap untuk pembuangan zat beracun (CO²) hasil pembakaran bahan bakar.
7)        Buat rakit darurat lengkap dengan dayung dua buah. Rakit dibuat dari bahan lembaran Styrofoam yang disusun untuk mengevaluasi anggota keluarga jika ketinggian air terus meninggi. Rakit ini juga dapat digunakan untuk membawa barang-barang elektronik yang ringan.
8)        Siapkan pelampung darurat untuk proses penyelamatan diri.
9)        Malam ini dapat di gunakan lampu minyak goreng bekas (jelantah). Sebelum banjir, minyak bekas ini dikumpulkan dan disimpan dalam botol dan digunakan untuk kondisi darurat saja.
10)    Buat sebuah tempat atau wadah yang kuat dan tidak mudah dimasuki air untuk menyimpan barang-barang berharga, seperti ijazah, surat tanah, dan lain-lain.
11)    Siapkan kantong plastik besar untuk mengamankan pakaian atau barang lain yang tidak mungkin dibawa mengungsi dan terpaksa ditinggal di dalam rumah. Barang-barang ini pasti akan terendam dan selama terendam tetap aman tidak terkena air. Jika terendam pun tidak terlalu parah dan mudah dibersihkan.
12)    Buat alat pemantau ketinggian air (patok pengamat banjir). Patok ini ditempatkan dekat lubang tempat naik ke ruang bawah atap.
13)    Buat instalasi listrik darurat, terpisah dari instalasi PLN di atas ruang atap yang dijadikan tempat tinggal.
14)    Tempatkan generator secara khusus dan dibuatkan cerobong asap untuk pembuangan zat beracun (CO²) hasil pembakaran bahan bakar.
15)    Buat rakit darurat lengkap dengan dayung dua buah. Rakit dibuat dari bahan lembaran Styrofoam yang disusun untuk mengevaluasi anggota keluarga jika ketinggian air terus meninggi. Rakit ini juga dapat digunakan untuk membawa barang-barang elektronik yang ringan.
16)    Siapkan pelampung darurat untuk proses penyelamatan diri.
17)    Malam ini dapat di gunakan lampu minyak goreng bekas (jelantah). Sebelum banjir, minyak bekas ini dikumpulkan dan disimpan dalam botol dan digunakan untuk kondisi darurat saja.
18)    Buat sebuah tempat atau wadah yang kuat dan tidak mudah dimasuki air untuk menyimpan barang-barang berharga, seperti ijazah, surat tanah, dan lain-lain.
19)    Siapkan kantong plastik besar untuk mengamankan pakaian atau barang lain yang tidak mungkin dibawa mengungsi dan terpaksa ditinggal di dalam rumah. Barang-barang ini pasti akan terendam dan selama terendam tetap aman tidak terkena air. Jika terendam pun tidak terlalu parah dan mudah
20)    Mencatat dan menyimpan nomor telepon posko banjir dan posko tim evakuasi yang terdekat di wilayah banjir.
Untuk rumah bertingkat, persiapan yang dilakukan sama seperti pada rumah yang tidak bertingkat. Perombakan ruang di bawah atap tidak perlu dilakukan jika ketinggian air tidak menyentuh lantai dua. Masalah yang dihadapi biasanya terletak pada pengadaan air bersih untuk keperluan mencuci dan memasak.
Keluarga apabila akan tetap bertahan di dalam rumah, perlu diperhatikan kekuatan struktur rumah. Bangunan melawan tekanan derasnya air yang mengalir Jika strukturnya aman tidak masalah, tetapi jika konstruksinya mengkhawatirkan, dianjurkan untuk segera meninggalkan rumah.
Adapun menurut Bakornas (2006), tindakan kesiapsiagaan dirumah tangga adalah sebagai berikut :
1)        Menyiapkan tas siaga berisi bebagai keperluan dan dokumen penting seperti ijazah, sertifikat tanah, BPKB, buku nikah, obat-obatan, dan senter. Tas siaga tersebut disimpan pada temapt yang mudah dijangkau, sehingga ketika bencana datang tiba-tiba dan harus meninggalkan rumah maka barang-barang tersebut dapat dibawa dengan mudah dan cepat.
2)        Naikkan alat-alat listrik, barang berharga, buku dan barang yang mudah rusak bila terkena air ke tempat yang tinggi (melebihi ketinggian maksimum banjir) bagi penduduk yang tinggal di kawasan banjir.
3)        Mempelajari peta daerah rawan dari bencana.
4)        Mempelajari lokasi aman dan jalur aman untuk melakukan evakuasi jika terjadi bencana.
5)        Mempelajari P3K untuk menolong diri sendiri atau korban seandainya ada cedera.
6)        Menempatkan kunci rumah di tempat yang aman, mudah diambil dan diketahui (disepakati) oleh semua anggota keluarga.
7)        Menulis nomor-nomor telepon penting seperti nomor polisi, PAM, PLN, PMI, LSM, Pemadam kebakaran dan menyimpannya kedalam memori handphone atau dalam catatan penting lainnya.
8)        Menempatkan handphone dan alat tanda bahaya di tempat yang mudah dijangkau ketika menyelamatkan diri.
9)        Pemasangan tanda bahaya, yakni jalur-jalur yang tidak dapat digunakan pada saat bencana.
Sedangkan persiapan menghadapi banjir dirumah tangga yang dapat dilakukan oleh kepala keluarga menurut Yulaelawati (2008), seperti di bawah ini:
1)        Pastikan memiliki persiapan pelampung yang cukup untuk anggota keluarga.
2)        Pastikan memiliki bekal makanan dan persiapan obat-obatan yang memadai.
3)        Miliki nomor konteks ketua RT/RW dan instansi penting lainnya
4)        Simpanlah dokumen-dokumen dan surat-surat penting dalam plastik atau kotak tahan air
5)        Titipkan photo copy dokumen-dokumen dan surat-surat tersebut di tempat kerabat atau orang terpecaya yang tinggal di daerah yang tidak terkena banjir.
6)        Segera naikkan alat-alat atau kabel-kabel listrik sebelum terkena banjir yang lebih tinggi yang tidak terjangkau oleh air banjir.
7)        Tutup kran saluran air utama yang mengalir ke dalam rumah
8)        Selalu mendengar informasi tentang perkembangan cuaca.
9)        Ikuti perintah evakuasi yang dikeluarkan oleh pemerintah atau petugas bencana yang ada.
Mencakup semua langkah yang diambil untuk mengurangi skala bencana di masa mendatang, baik efek maupun kondisi rentan terhadap bahaya itu sendiri . Oleh karena itu kegiatan mitigasi lebih difokuskan pada bahaya itu sendiri atau unsur-unsur terkena ancaman tersebut. Contoh : pembangunan rumah tahan gempa, pembuatan irigasi air pada daerah yang kekeringan.
Kegiatan-kegiatan pra-bencana ini dilakukan secara lintas sector dan multi stakeholder,oleh karena itu fungsi BNPB/BPBD adalah fungsi koordinasi.

3.9 PERAN PERAWAT
a. Peran dalam Pencegahan Primer
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan perawat dalam masa pra bencana ini, antara lain:
1.         Mengenali instruksi ancaman bahaya;
2.         Mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan saat fase emergency (makanan, air, obat-obatan, pakaian dan selimut, serta tenda)
3.         Melatih penanganan pertama korban bencana.
4.         Berkoordinasi berbagai dinas pemerintahan, organisasi lingkungan, palang merah nasional maupun lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam memberikan penyuluhan dan simulasi persiapan menghadapi ancaman bencana kepada masyarakat
Pendidikan kesehatan diarahkan kepada :
1.         Usaha pertolongan diri sendiri (pada masyarakat tersebut)
2.         Pelatihan pertolongan pertama dalam keluarga seperti menolong anggota keluarga dengan kecurigaan fraktur tulang , perdarahan, dan pertolongan pertama luka bakar
3.         Memberikan beberapa alamat dan nomor telepon darurat seperti dinas kebakaran, RS dan ambulans.
4.         Memberikan informasi tentang perlengkapan yang dapat dibawa (misal pakaian seperlunya, portable radio, senter, baterai)
5.         Memberikan informasi tempat-tempat alternatif penampungan atau posko-posko bencana



BAB III
PENUTUP


A.      KESIMPULAN
Bencana adalah konsekuensi dari kombinasi aktivitas alami (suatu peristiwa fisik, seperti letusan gununggempa bumitanah longsor), nonalam (gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi dan wabah penyakit) dan bencana sosial (konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat dan teror). Karena ketidak berdayaan manusia, akibat kurang baiknya manajemen keadaan darurat, sehingga menyebabkan kerugian dalam bidang keuangan dan struktural, bahkan sampai kematian. Kerugian yang dihasilkan tergantung pada kemampuan untuk mencegah atau menghindari bencana dan daya tahan mereka.
Besarnya potensi kerugian juga tergantung pada bentuk bahayanya sendiri, mulai dari kebakaran, yang mengancam bangunan individual, sampai peristiwa tubrukan meteor besar yang berpotensi mengakhiri peradaban umat manusia.
Banyak masalah yang berkaitan dengan bencana alam. Kehilangan dan kerusakan termasuk yang paling sering harus dialami bersama datangnya bencana itu. Harta benda dan manusia terpaksa harus direlakan, dan itu semua bukan masalah yang mudah. Dan juga terhambatnya laju perekonomian daerah tersebut.
Pedoman Manajemen Logistik dan Peralatan dalam penanggulangan bencana dimaksudkan sebagai petunjuk praktis yang dipergunakan oleh semua pihak dalam melaksanakan upaya penanggulangan bencana sejak prabencana, saat bencana dan pascabencana. Sehingga dapat mengurangi dampak atau kerugian yang disebabkan oleh bencana.

B. SARAN
Pada saat terjadinya bencana biasanya begitu banyak pihak yang menaruh perhatian dan mengulurkan tangan memberikan bantuan tenaga, moril maupun material. Banyaknya bantuan yang datang sebenarnya merupakan sebuah keuntungan yang harus dikelola dengan baik, agar setiap bantuan yang masuk dapat tepat guna, tepat sasaran, tepat manfaat, dan terjadi efisiensi.Dengan demikian diharapkan pelaksanaan manajemen logistik dan peralatan dapat berjalan secara efektif dan efisien dan terkoordinasi dengan baik.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar