BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berdasarkan pengamatan
selama ini, kita lebih banyak melakukan kegiatan pasca bencana (post event)
berupa emergency response dan recovery daripada kegiatan sebelum bencana berupa
disaster reduction/mitigation dan disaster preparedness. Padahal, apabila kita
memiliki sedikit perhatian terhadap kegiatan-kegiatan sebelum bencana, kita
dapat mereduksi potensi bahaya/ kerugian (damages) yang mungkin timbul ketika
bencana.
Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan sebelum bencana dapat berupa
pendidikan peningkatan kesadaran bencana (disaster awareness), latihan
penanggulangan bencana (disaster drill), penyiapan teknologi tahan bencana
(disaster-proof), membangun sistem sosial yang tanggap bencana, dan perumusan
kebijakan-kebijakan penanggulangan bencana (disaster management policies)
Secara umum kegiatan manajemen bencana dapat dibagi dalam kedalam tiga
kegiatan utama, yaitu:
1. Kegiatan
pra bencana yang mencakup kegiatan pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, serta
peringatan dini;
2. Kegiatan
saat terjadi bencana yang mencakup kegiatan tanggap darurat untuk meringankan
penderitaan sementara, seperti kegiatan search and rescue (SAR), bantuan
darurat dan pengungsian;
3. Kegiatan
pasca bencana yang mencakup kegiatan pemulihan, rehabilitasi, dan rekonstruksi.
Kegiatan pada tahap pra bencana ini selama ini banyak dilupakan, padahal
justru kegiatan pada tahap pra bencana ini sangatlah penting karena apa yang
sudah dipersiapkan pada tahap ini merupakan modal dalam menghadapi bencana dan
pasca bencana. Sedikit sekali pemerintah bersama masyarakat maupun swasta
memikirkan tentang langkah-langkah atau kegiatan-kegiatan apa yang perlu
dilakukan didalam menghadapi bencana atau bagaimana memperkecil dampak bencana.
Kegiatan saat terjadi bencana yang dilakukan segera pada saat kejadian
bencana, untuk menanggulangi dampak yang ditimbulkan, terutama berupa
penyelamatan korban dan harta benda, evakuasi dan pengungsian, akan mendapatkan
perhatian penuh baik dari pemerintah bersama swasta maupun masyarakatnya. Pada
saat terjadinya bencana biasanya begitu banyak pihak yang menaruh perhatian dan
mengulurkan tangan memberikan bantuan tenaga, moril maupun material. Banyaknya
bantuan yang datang sebenarnya merupakan sebuah keuntungan yang harus dikelola
dengan baik, agar setiap bantuan yang masuk dapat tepat guna, tepat sasaran,
tepat manfaat, dan terjadi efisiensi.
Kegiatan pada tahap pasca bencana, terjadi proses perbaikan kondisi
masyarakat yang terkena bencana, dengan memfungsikan kembali prasarana dan
sarana pada keadaan semula. Pada tahap ini yang perlu diperhatikan adalah bahwa
rehabilitasi dan rekonstruksi yang akan dilaksanakan harus memenuhi
kaidah-kaidah kebencanaan serta tidak hanya melakukan rehabilitasi fisik saja,
tetapi juga perlu diperhatikan juga rehabilitasi psikis yang terjadi seperti
ketakutan, trauma atau depresi.
Dari uraian di atas, terlihat bahwa titik lemah dalam Siklus Manajemen
Bencana adalah pada tahapan sebelum/pra bencana, sehingga hal inilah yang perlu
diperbaiki dan ditingkatkan untuk menghindari atau meminimalisasi dampak
bencana yang terjadi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan penaggulangan
bencana?
2. Pengertian penyuluhan sosial mengenai
penanggulangan bencana berbasis masnyarakat?
3. Apa tujuan dari penyuluhan sosial?
4. Bagaimana fungsi penyuluhan sosial mengenai
penanggulangan bencana berbasis masyarakat?
5. Bagaimana kompetensi dalam penyuluhan
sosial?
C. Tujuan Rumusan
1. Untuk mengetahui apa itu penanggulangan
bencana,
2. Untuk mengetahui pengertian dari penyuluhan
sosial mengenai penanggulangan bencana berbasis masyarakat,
3. Untuk mengetahui tujuan penyuluhan sosial,
4. Untuk mengetahui bagaimana fungsi
penyuluhan sosial mengenai penanggulangan bencana berbasis masyarakat, dan
5. Untuk mengetahui kompetensi dalam
penyuluhan sosial.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Definisi Bencana (Disaster)
• bencana adalah peristiwa/kejadian
pada suatu daerah yang mengakibatkan kerusakan ekologi, kerugian kehidupan
manusia serta memburuknya kesehatan dan pelayanan kesehatan yang bermakna
sehingga memerlukan bantuan luar biasa dari pihak luar (Depkes RI)
• bencana (disaster) menurut
WHO adalah setiap kejadian yang menyebabkan kerusakan, gangguan ekologis,
hilangnya nyawa manusia atau memburuknya derajat kesehatan atau pelayanan
kesehatan pada skala tertentu yang memerlukan respon dari luar masyarakat atau
wilayah yang terkena.
• Bencana adalah situasi dan kondisi
yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Tergantung pada cakupannya, bencana
ini bisa merubah pola kehidupan dari kondisi kehidupan masyarakat yang normal
menjadi rusak, menghilangkan harta benda dan jiwa manusia, merusak struktur
sosial masyarakat, serta menimbulkan lonjakan kebutuhan dasar (BAKORNAS PBP)
2. Jenis Bencana
Usep Solehudin (2005) mengelompokkan
bencana menjadi 2 jenis yaitu:
1.
Bencana alam (natural disaster) yaitu kejadian-kejadian alami
seperti kejadian-kejadian alami seperti banjir, genangan, gempa bumi, gunung
meletus, badai, kekeringan, wabah, serangga dan lainnya.
2.
Bencana ulah manusia (man made
disaster)
yaitu kejadian-kejadian karena perbuatan manusia seperti tabrakan pesawat udara
atau kendaraan, kebakaran, huru-hara, sabotase, ledakan, gangguan listrik,
ganguan komunikasi, gangguan transportasi dan lainnya.
Berdasarkan
cakupan wilayah, bencana terdiri dari;
1. Bencana Lokal
Memberikan dampak pada wilayah
sekitarnya yang berdekatan. Bencana terjadi pada sebuah gedung atau
bangunan-bangunan disekitarnya. Biasanya adalah karena akibat faktor manusia
seperti kebakaran, ledakan, terorisme, kebocoran bahan kimia dan lainnya
2.
Bencana regional
Memberikan dampak atau pengaruh pada
area geografis yang cukup luas, dan biasanya disebabkan oleh faktor alam,
seperti badai, banjir, letusan gunung, tornado dan lainnya . Jenis-jenis
ancaman bahaya yang terdapat di wilayah / daerah yang diperoleh dari data
kejadian bencana di daerah yang bersangkutan.
1.
Gempa Bumi Bencana yang dapat timbul oleh gempa bumi ialah berupa kerusakan
atau kehancuran bangunan (rumah, sekolah, rumah sakit dan bangunan umum lain),
dan konstruksi prasarana fisik (jalan, jembatan, bendungan, pelabuhan laut/udara,
jaringan listrik dan telekomunikasi, dli), serta bencana sekunder yaitu
kebakaran dan korban akibat timbulnya kepanikan.
2.
Tsunami Tsunami adalah gelombang pasang yang timbul akibat terjadinya gempa
bumi di laut, letusan gunung api bawah laut atau longsoran di laut. Namun tidak
semua fenomena tersebut dapat
3.
Letusan Gunung Api Pada letusan gunung api, bencana dapat ditimbulkan oleh
jatuhan material letusan, awan panas, aliran lava, gas beracun, abu gunung api,
dan bencana sekunder berupa aliran Iahar.
4.
Banjir Indonesia daerah rawan bencana, baik karena alam maupun ulah manusia.
Hampir semua jenis bencana terjadi di Indonesia, yang paling dominan adalah
banjir tanah longsor dan kekeringan. Banjir sebagai fenomena alam terkait dengan
ulah manusia terjadi sebagai akibat
akumulasi beberapa faktor yaitu : hujan, kondisi sungai, kondisi daerah hulu,
kondisi daerah budidaya dan pasang surut air laut
5.
Tanah Longsor Longsoran merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau
batuan, ataupun percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat dari
terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng tersebut. Pemicu dari
terjadinya gerakan tanah ini adalah curah hujan yang tinggi serta kelerengan
tebing.
6.
Kebakaran Potensi bahaya kebakaran hutan dan lahan di Indonesia cukup besar.
Hampir setiap musim kemarau Indonesia menghadapi bahaya kebakaran lahan dan
hutan dimana berdapak sangat luas tidak hanya kehilangan keaneka ragaman hayati
tetapi juga timbulnya ganguan asap di wilayah sekitar yang sering kali
mengganggu negara-negara tetangga.
7.
Kekeringan Bahaya kekeringan dialami berbagai wilayah di Indonesia hampir
setiap musim kemarau. Hal ini erat terkait dengan menurunnya fungsi lahan dalam
menyimpan air. Penurunan fungsi tersebut ditengarai akibat rusaknya ekosistem
akibat pemanfaatan lahan yang berlebihan. Dampak dari kekeringan ini adalah
gagal panen, kekurangan bahan makanan hingga dampak yang terburuk adalah
banyaknya gejala kurang gizi bahkan kematian.
8.
Epidemi dan Wabah Penyakit Wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit
menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata
melebihi dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta
dapat menimbulkan malapetaka.
9.
Kebakaran Gedung dan Pemukiman Kebakaran gedung dan permukiman penduduk sangat
marak pada musim kemarau. Hal ini terkait dengan kecerobohan manusia
diantaranya pembangunan gedung/rumah yang tidak mengikuti standard keamanan
bangunan serta perilaku manusia. Hubungan arus pendek listrik, meledaknya
kompor serta kobaran api akibat lilin/lentera untuk penerangan merupakan sebab
umum kejadian kebakaran permukiman/gedung.
10. Kegagalan Teknologi
Kegagalan teknologi merupakan kejadian yang diakibatkan oleh kesalahan desain,
pengoperasian, kelalaian dan kesengajaan manusia dalam menggunakan teknologi
dan atau industri. Dampak yang ditimbulkan dapat berupa kebakaran, pencemaran
bahan kimia, bahan radioaktif/nuklir, kecelakaan industri, kecelakaan transportasi
yang menyebabkan kerugian jiwa dan harta benda.
3. Manajemen Bencana
Merupakan suatu kegiatan yang
meliputi aspek perencanaan dan penanggulangan bencana pada sebelum, saat, dan
sesudah terjadi bencana.
Fungsi
Manajemen bencana:
Mencegah kehilangan jiwa
Mengurangi penderitaan manusia
Memberi informasi pada masyarakat
dan pihak berwenang mengenai resiko
Mengurangi kerusakan harta benda dan
kehilangan sumber ekonomis
Mempercepat proses pemulihan
BAB III
PRA BENCANA
3.1 Pra
Bencana
Manajemen
Kebencanaan Pengelolaan kebencanaan dapat dibagi ke dalam 3 kelompok aktivitas,
yaitu : pra bencana, (saat) bencana, dan pasca bencana
Pra
bencana: Pada masa pra bencana atau disebut juga sebagai fase penyadaran akan
bencana, jajaran pers dapat memainkan perannya selaku pendidik publik lewat
artikel ataupun berita yang disajikannya secara priodik, terencana, populer,
digemari dan mencerahkan serta memperkaya khazanah alam pikiran publik dengan
target antara lain :
(1) Peningkatan
pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang bencana, mekanisme quick respon,
langkah-langkah resque yang perlu, cepat dan tepat untuk meminimalisasi korban
serta menekan kerugian harta/benda,
(2) Pemberdayaan
Sumber Daya Manusia (SDM) melalui muatan-muatan artikel tematis yang bersifat
penumbuhan kesadaran masyarakat terhadap potensi, jenis dan sifat bencana),
(3) Perencanaan
pengembangan wilayah dan pertumbuhan tata-ruang;
(4) Pelestarian
lingkungan.
3.2 Tahap Pra Bencana
Pada tahap pra bencana ini meliputi
dua keadaan yaitu :
a. Situasi tidak
terjadi bencana
Situasi tidak ada potensi bencana
yaitu kondisi suatu wilayah yang berdasarkan analisis kerawanan bencana pada
periode waktu tertentu tidak menghadapi ancaman bencana yang nyata.
Penyelenggaraan penanggulangan
bencana dalam situasi tidak terjadi bencana meliputi :
1) perencanaan
penanggulangan bencana;
2) pengurangan risiko
bencana;
3) pencegahan;
4) pemaduan dalam
perencanaan pembangunan;
5) persyaratan analisis
risiko bencana;
6) pelaksanaan dan
penegakan rencana tata ruang;
7) pendidikan dan
pelatihan; dan
8) persyaratan standar
teknis penanggulangan bencana.
3.3 Kegiatan-kegiatan yang dapat
dilakukan sebelum bencana dapat berupa:
Pendidikan peningkatan kesadaran
bencana (disaster awareness)
Latihan penanggulangan bencana
(disaster drill)
Penyiapan teknologi tahan bencana
(disaster-proof)
Membangun sistem sosial yang tanggap
bencana
Perumusan kebijakan-kebijakan
penanggulangan bencana (disaster management policies).
3.4 Prosedur & Tahapan
Penanggulangan Pra Bencana
Merencanakan dan melaksanakan
kegiatan Ronda (pemantauan, informasi dan komunikasi).
Mengamati perkembangan aktivitas
gunung Merapi ,saling menginformasikan dan mengkomunikasikan perkembangan.
Merencanakan dan Mensosialisasikan
Kesepakatan tanda bahaya : Kentongan, sirine, peluit atau apa yang disepakati.
Merencanakan dan Mensosialisasikan
Kesepakatan jalur evakuasi : Disepakati jalur mana yang akan dilewati untuk
penyelamatan.
Merencanakan dan Mensosialisaasikan
Kesepakatan Tujuan/Tempat Pengungsian : Disepakati tujuan pengungsian ke tempat
yang lebih aman.
Mensosialisasikan Persiapan Masing
Masing Keluarga : Yang diselamatkan : surat-surat berharga, ternak,
pakaian secukupnya.
3.5 Pemanfaatan Sumber Daya
Masyarakat / Komunitas Yang Ada Pada Pra Bencana
a. Perangkat
Komunikasi & Informasi :
Peralatan Komunikasi (HT, Telepon
Dll)
Denah Jalur Pengungsian yang
dipahami dan dimengerti oleh masyarakat.
Alat Penyampaian Tanda Bahaya Yang
di Sepakati ( kentongan , sirene ,dll )
Tempat Tujuan Pengungsian Yang di
Sepakati
Sosialisasi Melalui Selebaran,
Penyuluhan, Pelatihan Sederhana.
Menginformasikan Bahaya Merapi.
b. Membantu
Pengorganisasian Masyarakat
Siskamling + Pengamatan Aktivitas
Gunung Merapi
Kerjasama dengan Perangkat Desa
Setempat , PEMDA , LSM
Mempersiapkan/Membuat Alat Penyampai
Tanda Bahaya Yang di Sepakati
Mempersiapkan Alat Bantu
Transportasi
Mempersiapkan/Membuat Alat Bantu
Penerangan (obor, senter, dll)
3.6 Mitigasi Bencana yang Efektif
Mitigasi bencana yang efektif harus
memiliki tiga unsur utama, yaitu penilaian bahaya, peringatan dan persiapan.
1.
Penilaian bahaya (hazard assestment); diperlukan untuk mengidentifikasi
populasi dan aset yang terancam, serta tingkat ancaman. Penilaian ini
memerlukan pengetahuan tentang karakteristik sumber bencana, probabilitas kejadian
bencana, serta data kejadian bencana di masa lalu. Tahapan ini menghasilkan
Peta Potensi Bencana yang sangat penting untuk merancang kedua unsur mitigasi
lainnya;
2.
Peringatan (warning); diperlukan untuk memberi peringatan kepada masyarakat
tentang bencana yang akan mengancam (seperti bahaya tsunami yang diakibatkan
oleh gempa bumi, aliran lahar akibat letusan gunung berapi, dsb). Sistem
peringatan didasarkan pada data bencana yang terjadi sebagai peringatan dini
serta menggunakan berbagai saluran komunikasi untuk memberikan pesan kepada
pihak yang berwenang maupun masyarakat. Peringatan terhadap bencana yang akan
mengancam harus dapat dilakukan secara cepat, tepat dan dipercaya.
3.
Persiapan (preparedness). Kegiatan kategori ini tergantung kepada unsur
mitigasi sebelumnya (penilaian bahaya dan peringatan), yang membutuhkan
pengetahuan tentang daerah yang kemungkinan terkena bencana dan pengetahuan
tentang sistem peringatan untuk mengetahui kapan harus melakukan evakuasi dan
kapan saatnya kembali ketika situasi telah aman.
Tingkat kepedulian masyarakat dan
pemerintah daerah dan pemahamannya sangat penting pada tahapan ini untuk dapat
menentukan langkah-langkah yang diperlukan untuk mengurangi dampak akibat
bencana. Selain itu jenis persiapan lainnya adalah perencanaan tata ruang yang
menempatkan lokasi fasilitas umum dan fasilitas sosial di luar zona bahaya
bencana (mitigasi non struktur), serta usaha-usaha keteknikan untuk membangun
struktur yang aman terhadap bencana dan melindungi struktur akan bencana
(mitigasi struktur).
3.7 Mitigasi Bencana Berbasis Masyarakat
Penguatan kelembagaan, baik
pemerintah, masyarakat, maupun swasta merupakan faktor kunci dalam upaya
mitigasi bencana. Penguatan kelembagaan dalam bentuk dalam kesiapsiagaan,
sistem peringatan dini, tindakan gawat darurat, manajemen barak dan evakuasi
bencana bertujuan mewujudkan masyarakat yang berdaya sehingga dapat
meminimalkan dampak yang ditimbulkan oleh bencana.
Sementara itu upaya untuk memperkuat
pemerintah daerah dalam kegiatan sebelum/pra bencana dapat dilakukan melalui
perkuatan unit/lembaga yang telah ada dan pelatihan kepada aparatnya serta
melakukan koordinasi dengan lembaga antar daerah maupun dengan tingkat
nasional, mengingat bencana tidak mengenal wilayah administrasi, sehingga
setiap daerah memiliki rencana penanggulangan bencana yang potensial di
wilayahnya.
3.8 Hal
yang perlu dipersiapkan dan
diperhatikan dalam mitigasi bencana, antara lain:
a.
Kegiatan pra
bencana oleh pemerintah
1.
Kebijakan
yang mengatur tentang pengelolaan kebencanaan atau mendukung usaha preventif
kebencanaan seperti kebijakan tataguna tanah agar tidak membangun di lokasi
yang rawan bencana;
2.
Kelembagaan
pemerintah yang menangani kebencanaan, yang kegiatannya mulai dari identifikasi
daerah rawan bencana, penghitungan perkiraan dampak yang ditimbulkan oleh
bencana, perencanaan penanggulangan bencana, hingga penyelenggaraan
kegiatan-kegiatan yang sifatnya preventif kebencanaan;
3.
Indentifikasi
lembaga-lembaga yang muncul dari inisiatif masyarakat yang sifatnya menangani
kebencanaan, agar dapat terwujud koordinasi kerja yang baik;
4.
Pelaksanaan
program atau tindakan ril dari pemerintah yang merupakan pelaksanaan dari
kebijakan yang ada, yang bersifat preventif kebencanaan;
5.
Meningkatkan
pengetahuan pada masyarakat tentang ciri-ciri alam setempat yang memberikan
indikasi akan adanya ancaman bencana.
b.
Kegiatan pra
bencana pada daerah potensi bencana
Pada situasi ini perlu adanya
kegiatan-kegiatan kesiapsiagaan, peringatan dini dan mitigasi bencana dalam
penanggulangan bencana.
1) Kesiapsiagaan
Kesiapsiagaan merupakan salah satu bagian dari
proses manajemen bencana dan di dalam konsep pengelolaan bencana yang
berkembang saat ini, peningkatan kesiapsiagaan merupakan salah satu elemen
penting dari kegiatan pengurangan risiko bencana yang bersifat pro-aktif,
sebelum terjadinya bencana.
Kesiapsiagaan
adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui
pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna (UU RI
No.24 Tahun 2007). Sedangkan Kesiapsiagaan menurut Carter (1991) adalah
tindakan-tindakan yang memungkinkan pemerintahan, organisasi, masyarakat,
komunitas, dan individu untuk mampu menanggapi suatu situasi bencana secara
cepat dan tepat guna. Termasuk kedalam tindakan kesiapsiagaan adalah penyusunan
rencana penanggulangan bencana, pemeliharan dan pelatihan personil.
Kesiapsiagaan
adalah upaya yang dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya
bencana guna menghindari jatuhnya korban jiwa, kerugian harta benda, dan
berubahnya tata kehidupan masyarakat. Sebaiknya suatu kabupaten kota melakukan
kesiapsiagaan.
Kesiapsiagaan
menghadapi bencana adalah suatu kondisi suatu masyarakat yang baik secara
individu maupun kelompok yang memiliki kemampuan secara fisik dan psikis dalam
menghadapi bencana. Kesiapsiagaan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari
manajemen bencana secara terpadu. Kesiapsiagaan adalah bentuk apabila suatu
saat terjadi bencana dan apabila masih lama akan terjadi, maka cara yang
terbaik adalah menghindari resiko yang akan terjadi, tempat tinggal, seperti
jauh dari jangkauan banjir. Kesiapsiagaan adalah setiap aktivitas sebelum
terjadinya bencana yang bertujuan untuk mengembangkan kapasitas operasional dan
memfasilitasi respon yang efektif ketika suatu bencana terjadi.
Perubahan paradigma penanggulangan bencana yaitu tidak lagi
memandang penanggulangan bencana merupakan aksi pada saat situasi tanggap
darurat tetapi penanggulangan bencana lebih diprioritaskan pada fase prabencana
yang bertujuan untuk mengurangi resiko bencana. Sehingga semua kegiatan yang
berada dalam lingkup pra bencana lebih diutamakan.
a) Mencakup penyusunan rencana
pengembangan sistem peringatan, pemeliharaan persediaan dan pelatihan personil.
b) Mungkin juga merangkul langkah-langkah
pencarian dan penyelamatan serta rencana evakuasi untuk daerah yang mungkin
menghadapi risiko dari bencana berulang.
c) Langkah-langkah kesiapan tersebut
dilakukan sebelum peristiwa bencana terjadi dan ditujukan untuk
meminimalkan korban jiwa, gangguan layanan, dan kerusakan saat bencana terjadi.
Adapun kegiatan
kesiapsiagaan secara umum adalah:
a) kemampuan
menilai resiko
b) perencanaan
siaga
c) mobilisasi
sumberdaya
d) pendidikan
dan pelatihan
e) koordinasi
f) mekanisme
respon
g) manajemen
informasi
h) gladi/ simulasi.
2) Peringatan dini
a)
Prinsip Dasar Peringatan Dini
Sistem peringatan dini menjadi bagian penting dari mekanisme
kesiapsiagaan masyarakat, karena peringatan dapat menjadi faktor kunci penting
yang menghubungkan antara tahap kesiapsiagaan dan tanggap darurat. Secara
teoritis bila peringatan dini disampaikan tepat waktu, maka suatu peristiwa
yang dapat menimbulkan bencana dahsyat dapat diperkecil dampak negatifnya.
Seberapa besar peringatan dapat mengurangi dampak suatu
peristiwa bencana akan sangat bergantung pada banyak faktor, misalnya:
1) Ketepatan
peringatan
2) Jarak waktu
yang tersedia antara keluarnya peringatan sampai datangnya peristiwa yang dapat
menimbulkan bencana
3) Seberapa siap
perencanaan pra bencana dan kesiapsiagaan masyarakat, termasuk kemampuan
masyarakat untuk menanggapi peringatan tersebut dan melakukan tindakan
antisipasi secara tepat.
Seiring meningkatnya intensitas dan frekuensi berbagai
ancaman bencana yang terjadi di Indonesia, kesiapsiagaan perlu didorong agar
dalam meng- hadapi situasi darurat masyarakat dapat berperan maksimal sesuai
dengan kapasitas dan tanggungjawabnya. Hal ini mengingat masyarakat tidak
selalu menerima peringatan dini yang dikeluarkan oleh lembaga terkait. Kebijakan
pencegahan terlalu penting jika hanya diserahkan kepada pemerintah atau lembaga
internasional saja (Ko_ Annan, 1999). Masyarakat diharapkan dapat memanfaatkan
sarana yang ada disekitarnya sebagai sumber informasi dan komunikasi. Walaupun
sesungguhnya masyarakat sebagai sumber informasi dan komunikasi. Walaupun
sesungguhnya masyarakat telah memiliki pengetahuan dan kearifan lokal tentang
gejala alam sebagai tanda-tanda akan terjadinya suatu bencana. Pengetahuan akan
gejala alam tersebut sangat diperlukan, karena merupakan salah satu bentuk
peringatan dini bagi masyarakat untuk dapat melakukan tindakan penyelamatan
diri. Dalam pengantar /Pedoman
WMO pada Praktek Pelayanan Cuaca Publik" dinyatakan bahwa peringatan dini
hanya apabila diterima, dipahami, dipercaya, dan ditindak lanjuti.
b) Unsur Peringatan Dini
Tujuan dari pengembangan sistem peringatan dini yang
berbasis masyarakat adalah untuk memberdayakan individu dan masyarakat yang
terancam bahaya untuk bertindak dalam waktu yang cukup dan dengan cara-cara
yang tepat untuk mengurangi kemungkinan terjadinya korban luka, hilangnya jiwa,
serta rusaknya harta benda dan
lingkungan.
Sistem peringatan dini yang lengkap dan efektif terdiri atas
empat unsur yang saling terkait, mulai dari pengetahuan tentang bahaya dan
kerentanan, hingga kesiapan dan kemampuan untuk menanggulangi. Pengalaman baik
dari sistem peringatan dini juga memiliki hubungan antar-ikatan yang kuat dan
saluran komunikasi yang efektif di antara semua elemen tersebut. Keempat elemen
tersebut adalah:
Pengetahuan tentang risiko
Risiko akan muncul dari kombinasi adanya bahaya dan
kerentanan di lokasi tertentu. Kajian terhadap risiko bencana memerlukan
pengumpulan dan analisis data yang sitematis serta harus mempertimbangkan sifat
dinamis dari bahaya dan kerentanan yang muncul dari berbagai proses seperti
urbanisasi, perubahan pemanfaatan lahan, penurunan kualitas lingkungan, dan
perubahan iklim. Kajian dan peta risiko bencana akan membantu memotivasi orang,
sehingga mereka akan memprioritaskan pada kebutuhan sistem peringatan dini dan
penyiapan panduan untuk mencegah dan menanggulangi bencana.
Pemantauan dan layanan peringatan
Layanan peringatan merupakan inti dari sistem. Harus ada
dasar ilmiah yang kuat untuk dapat memprediksi dan meramalkan munculnya bahaya,
dan harus ada sistem peramalan dan peringatan yang andal yang beroperasi 24 jam
sehari.
Pemantauan yang terus menerus terhadap parameter bahaya dan
gejala-gejala awalnya sangat penting untuk membuat peringatan yang akurat
secara tepat waktu. Layanan peringatan untuk bahaya yang berbeda-beda sedapat
mungkin harus dikoordinasikan dengan memanfaatkan jaringan kelembagaan,
prosedural, dan komunikasi yang ada.
Penyebarluasan dan komunikasi
Peringatan harus menjangkau semua orang yang terancam
bahaya. Pesan yang jelas yang berisi empat unsur kunci dari Sistem Peringatan
Dini yang Terpusat pada Masyarakat.
Informasi yang sederhana namun berguna sangatlah penting
untuk melakukan tanggapan yang tepat, yang akan membantu menyelamatkan jiwa dan
kehidupan. Sistem komunikasi tingkat regional, nasional, dan masyarakat harus diidentifikasi dahulu, dan pemegang
kewenangan yang sesuai harus terbentuk. Penggunaan berbagai saluran komunikasi
sangat perlu untuk memastikan agar sebanyak mungkin orang yang diberi
peringatan, guna menghindari terjadinya kegagalan di suatu saluran, dan
sekaligus untuk memperkuat pesan peringatan.
Kemampuan penanggulangan
Sangat penting bahwa masyarakat harus memahami bahaya yang mengancam
mereka; dan mereka harus mematuhi layanan peringatan dan mengetahui bagaimana
mereka harus bereaksi. Program pendidikan dan kesiapsiagaan memainkan peranan
penting di sini. Juga penting bahwa rencana penanganan bencana dapat
dilaksanakan secara tepat, serta sudah dilakukan dengan baik dan sudah teruji.
Masyarakat harus mendapat informasi selengkapnya tentang pilihan-pilihan untuk
perilaku yang aman, ketersediaan rute penyelamatan diri, dan cara terbaik untuk
menghindari kerusakan dan kehilangan harta benda.
c) Peringatan Dini Berbasis
Masyarakat
Sistem Peringatan Dini Nasional
Peringatan dini di masyarakat dapat dikembangkan dengan
mengacu pada skema peringatan yang ada pada tingkat nasional dimana sumber
peringatan resmi berasal dari lembaga yang memiliki kewenangan untuk
mengeluarkan peringatan.
Lembaga-lembaga tersebut adalah:
Badan
Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB);
Badan
Meteorologi, Klimatologi dan Geo_sika (BMKG), bertanggungjawab untuk memberikan
peringatan dini cuaca, bencana gempa bumi dan tsunami;
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, (PVMBG),
Badan Geologi bertanggungjawab untuk memberikan peringatan dini bencana Letusan
gunungapi dan gerakan tanah;
Kementerian
Pekerjaan Umum, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Air,
bertanggungjawab untuk memberikan peringatan bencana banjir dan kekeringan;
Kementerian Kehutanan
bertanggungjawab untuk memberikan peringatan dini bencana kebakaran hutan.
Peringatan dini pada tingkat masyarakat
harus memiliki beberapa prinsip
sebagai berikut:
Tepat waktu
Akurat
Dapat dipertanggung jawabkan.
Suatu sistem peringatan dini akan
dapat dilaksanakan jika memenuhi
ketiga syarat berikut:
Adanya informasi resmi yang dapat
dipercaya;
Adanya alat dan tanda bahaya yang
disepakati;
Ada cara/mekanisme untuk
menyebarluaskan peringatan tersebut
Sistem Peringatan Dini di Masyarakat
Peringatan dini masyarakat
dikembangkan dengan mengacu pada skema peringatan yang ada pada nasional yang
memiliki kewenangan untuk mengeluarkan peringatan resmi (o_cial warning). Hal
ini diperlukan agar informasi peringatan dini dapat diimplementasikan di
masyarakat. Pada beberapa wilayah di mana tidak dapat menerima peringatan dini
bencana dari lembaga nasional, maka gejala alam akan terjadinya bencana menjadi
salah satu hal yang harus diperhatikan sebagai indikasi akan terjadinya
bencana, sehingga hal tersebut dapat dijadikan dasar pengambilan keputusan
bentuk peringatan dini yang akan dikeluarkan.
3) Mitigasi
Mitigasi bencana
adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui
pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi
ancaman bencana. Mitigasi bencana merupakan suatu aktivitas yang berperan
sebagai tindakan pengurangan dampak bencana, atau usaha-usaha yang dilakukan
untuk megurangi korban ketika bencana terjadi, baik korban jiwa maupun harta.
Dalam melakukan tindakan mitigasi bencana, langkah awal yang kita harus lakukan
ialah melakukan kajian resiko bencana terhadap daerah tersebut. Dalam
menghitung resiko bencana sebuah daerah kita harus mengetahui Bahaya (hazard), Kerentanan (vulnerability) dan
kapasitas (capacity) suatu wilayah yang berdasarkan pada
karakteristik kondisi fisik dan wilayahnya
2.6
Aplikasi Kegiatan Pra Bencana
1.
Kesiapsiagaan Rumah Tangga dalam
Menghadapi Banjir
Menurut LIPI
UNESCO/ISDR (2006) kesiapsiagaan individu dan rumah tangga untuk mengantisipasi
bencana alam, khususnya banjir yaitu :
a.
Pengetahuan dan sikap terhadap resiko bencana
b.
Kebijakan dan panduan
c.
Rencana untuk keadaan darurat bencana
d.
Sistim peringatan bencana
e.
Kemampuan untuk memobilisasi sumber daya.
Penjelasan di
atas adalah sebagai berikut :
a.
Pengetahuan dan sikap terhadap resiko bencana
Pengetahuan
merupakan faktor utama dan menjadi kunci untuk kesiapsiagaan. Pengetahuan yang
harus dimiliki oleh individu dan rumah tangga tentang kejadian alam dan bencana
banjir (tipe, sumber, besaran, lokasi), kerentanan fisik bangunan (bentuk dan
fondasi). Pengetahuan yang dimiliki biasanya dapat mempengaruhi sikap dan
kepedulian masyarakat untuk siap dan siaga dalam mengantisipasi bencana
terutama bagi mereka yang bertempat tinggal di daerah rawan bencana seperti
banjir.
b.
Kebijakan keluarga untuk kesiapsiagaan
Kebijakan
kesiapsiagaan berupa kesepakatan keluarga mengenai tempat evakuasi dalam
situasi darurat, kesepakatan keluarga untuk melakukan atau berpartisipasi dalam
simulasi evaluasi.
c.
Rencana Tanggap Darurat
Rencana tanggap
darurat meliputi 7 (tujuh) komponen :
1)
Rencana keluarga untuk merespon keadaan darurat ysitu adanya rencana
penyelamatan keluarga (siapa melakukan apa) bila terjadi kondisi darurat.
2)
Rencana evakuasi meliputi tersedianya peta, tempat jalur evakuasi keluarga,
tempat berkumpulkan keluarga saat bencana, adanya kerabat/keluarga/teman yang
menyediakan tempat pengungsian sementara dalam keadaan darurat.
3)
Pertolongan pertama, penyelamatan, keselamatan dan keamanan.
a. Tersedianya
kotak P3K atau obat-obatan penting untuk pertolongan pertama keluarga.
b. Adanya rencana
untuk penyelamatan dan keselamatan keluarga
c. Adanya anggota
keluarga yang mengikuti pelatihan pertolongan pertama
d. Adanya anggota
keluarga yang mengikuti latihan dan keterampilan evakuasi.
e. Adanya akses
untuk merespon keadaan darurat.
f. Pemenuhan kebutuhan dasar
g. Peralatan dan
perlengkapan
h. Fasilitas-fasilitas
penting yang memiliki akses dengan bencana
i. Latihan dan
simulasi/gladi
d.
Sistem Peringatan Bencana
Tersedianya
sumber-sumber informasi untuk peringatan bencana baik dari sumber tradisional
maupun lokal. Adanya akses untuk mendapatkan informasi peringatan bencana.
Peringatan dini meliputi penyampaian informasi yang tepat waktu dan efektif
melalui kelembagaan yang jelas sehingga memungkinkan setiap individu dan rumah
tangga yang terancam bahaya dapat mengambil langkah untuk menghindari atau
mengurangi resiko dan mempersiapkan diri untuk melakukan upaya tanggap darurat
yang efektif.
Kepala keluarga
dapat melakukan tindakan yang tepat untuk mengurangi korban jiwa, harta benda
dan kerusakan lingkungan dengan peringatan bencana dini untuk itu diperlukan
latihan/simulasi bencana yang harus dilakukan apabila mendengar peringatan,
kemana dan bagaimaan menyelamatkan diri pada waktu tertentu sesuai dengan
lokasi dimana kepala keluarga sedang berada saat terjadinya peringatan.
e.
Mobilisasi Sumber Daya
1)
Adanya anggota keluarga yang terlibat dalam seminar/ pertemuan/ pelatihan
kesiapsiagaan bencana.
2)
Adanya keterampilan anggota keluarga yang berkaitan dengan kesiapsiagaan
terhadap bencana.
3)
Adanya tabungan yang berkaitan dengan kesiapsiagaan bencana.
4)
Kesepakatan keluarga untuk melakukan latihan simulasi dan memantau tas siaga
bencana secara reguler.
2.
Mitigasi dalam Menghadapi Banjir
Mitigasi untuk
menghadapi banjir secara terpadu untuk setiap warga perorangan sangat
diperlukan. Jika terjadi banjir pada kategori sedang, tidak dilakukan evakuasi.
Namun, jika ketinggian air telah mencapai 1,5 – 2 m maka perlu beberapa langkah
untuk menghadapinya (Mistra, 2007).
Untuk rumah
tidak bertingkat apabila lokasi rumah berada di wilayah yang sering langganan
banjir maka perlu dilakukan beberapa persiapan untuk rumah satu lantai yaitu:
1)
Merombak ruang rangka atap dan jadikan sebagai tempat tinggal darurat.
2)
Buat bukaan pada atap genteng yang dapat berfungsi sebagai jendela atau pintu
keluar penyelamatan diri bila terlihat permukaan air terus meninggi.
3)
Buat lubang tangga darurat pada plafon di tempat tertentu untuk akses naik ke
atas atap.
4)
Buat alat pemantau ketinggian air (patok pengamat banjir). Patok ini
ditempatkan dekat lubang tempat naik ke ruang bawah atap.
5)
Buat instalasi listrik darurat, terpisah dari instalasi PLN di atas ruang atap
yang dijadikan tempat tinggal.
6)
Tempatkan generator secara khusus dan dibuatkan cerobong asap untuk pembuangan
zat beracun (CO²) hasil pembakaran bahan bakar.
7)
Buat rakit darurat lengkap dengan dayung dua buah. Rakit dibuat dari bahan
lembaran Styrofoam yang disusun untuk mengevaluasi anggota keluarga jika
ketinggian air terus meninggi. Rakit ini juga dapat digunakan untuk membawa
barang-barang elektronik yang ringan.
8)
Siapkan pelampung darurat untuk proses penyelamatan diri.
9)
Malam ini dapat di gunakan lampu minyak goreng bekas (jelantah). Sebelum
banjir, minyak bekas ini dikumpulkan dan disimpan dalam botol dan digunakan
untuk kondisi darurat saja.
10)
Buat sebuah tempat atau wadah yang kuat dan tidak mudah dimasuki air untuk
menyimpan barang-barang berharga, seperti ijazah, surat tanah, dan lain-lain.
11)
Siapkan kantong plastik besar untuk mengamankan pakaian atau barang lain yang
tidak mungkin dibawa mengungsi dan terpaksa ditinggal di dalam rumah.
Barang-barang ini pasti akan terendam dan selama terendam tetap aman tidak
terkena air. Jika terendam pun tidak terlalu parah dan mudah dibersihkan.
12)
Buat alat pemantau ketinggian air (patok pengamat banjir). Patok ini ditempatkan
dekat lubang tempat naik ke ruang bawah atap.
13)
Buat instalasi listrik darurat, terpisah dari instalasi PLN di atas ruang atap
yang dijadikan tempat tinggal.
14)
Tempatkan generator secara khusus dan dibuatkan cerobong asap untuk pembuangan
zat beracun (CO²) hasil pembakaran bahan bakar.
15)
Buat rakit darurat lengkap dengan dayung dua buah. Rakit dibuat dari bahan
lembaran Styrofoam yang disusun untuk mengevaluasi anggota keluarga jika
ketinggian air terus meninggi. Rakit ini juga dapat digunakan untuk membawa
barang-barang elektronik yang ringan.
16)
Siapkan pelampung darurat untuk proses penyelamatan diri.
17)
Malam ini dapat di gunakan lampu minyak goreng bekas (jelantah). Sebelum
banjir, minyak bekas ini dikumpulkan dan disimpan dalam botol dan digunakan
untuk kondisi darurat saja.
18)
Buat sebuah tempat atau wadah yang kuat dan tidak mudah dimasuki air untuk
menyimpan barang-barang berharga, seperti ijazah, surat tanah, dan lain-lain.
19)
Siapkan kantong plastik besar untuk mengamankan pakaian atau barang lain yang
tidak mungkin dibawa mengungsi dan terpaksa ditinggal di dalam rumah.
Barang-barang ini pasti akan terendam dan selama terendam tetap aman tidak
terkena air. Jika terendam pun tidak terlalu parah dan mudah
20)
Mencatat dan menyimpan nomor telepon posko banjir dan posko tim evakuasi yang
terdekat di wilayah banjir.
Untuk rumah
bertingkat, persiapan yang dilakukan sama seperti pada rumah yang tidak
bertingkat. Perombakan ruang di bawah atap tidak perlu dilakukan jika
ketinggian air tidak menyentuh lantai dua. Masalah yang dihadapi biasanya
terletak pada pengadaan air bersih untuk keperluan mencuci dan memasak.
Keluarga
apabila akan tetap bertahan di dalam rumah, perlu diperhatikan kekuatan
struktur rumah. Bangunan melawan tekanan derasnya air yang mengalir Jika
strukturnya aman tidak masalah, tetapi jika konstruksinya mengkhawatirkan,
dianjurkan untuk segera meninggalkan rumah.
Adapun menurut
Bakornas (2006), tindakan kesiapsiagaan dirumah tangga adalah sebagai berikut :
1)
Menyiapkan tas siaga berisi bebagai keperluan dan dokumen penting seperti
ijazah, sertifikat tanah, BPKB, buku nikah, obat-obatan, dan senter. Tas siaga
tersebut disimpan pada temapt yang mudah dijangkau, sehingga ketika bencana
datang tiba-tiba dan harus meninggalkan rumah maka barang-barang tersebut dapat
dibawa dengan mudah dan cepat.
2)
Naikkan alat-alat listrik, barang berharga, buku dan barang yang mudah rusak
bila terkena air ke tempat yang tinggi (melebihi ketinggian maksimum banjir)
bagi penduduk yang tinggal di kawasan banjir.
3)
Mempelajari peta daerah rawan dari bencana.
4)
Mempelajari lokasi aman dan jalur aman untuk melakukan evakuasi jika terjadi
bencana.
5)
Mempelajari P3K untuk menolong diri sendiri atau korban seandainya ada cedera.
6)
Menempatkan kunci rumah di tempat yang aman, mudah diambil dan diketahui
(disepakati) oleh semua anggota keluarga.
7)
Menulis nomor-nomor telepon penting seperti nomor polisi, PAM, PLN, PMI, LSM, Pemadam
kebakaran dan menyimpannya kedalam memori handphone atau dalam catatan penting
lainnya.
8)
Menempatkan handphone dan alat tanda bahaya di tempat yang mudah dijangkau
ketika menyelamatkan diri.
9)
Pemasangan tanda bahaya, yakni jalur-jalur yang tidak dapat digunakan pada saat
bencana.
Sedangkan
persiapan menghadapi banjir dirumah tangga yang dapat dilakukan oleh kepala
keluarga menurut Yulaelawati (2008), seperti di bawah ini:
1)
Pastikan memiliki persiapan pelampung yang cukup untuk anggota keluarga.
2)
Pastikan memiliki bekal makanan dan persiapan obat-obatan yang memadai.
3)
Miliki nomor konteks ketua RT/RW dan instansi penting lainnya
4)
Simpanlah dokumen-dokumen dan surat-surat penting dalam plastik atau kotak
tahan air
5)
Titipkan photo copy dokumen-dokumen dan surat-surat tersebut di tempat kerabat
atau orang terpecaya yang tinggal di daerah yang tidak terkena banjir.
6)
Segera naikkan alat-alat atau kabel-kabel listrik sebelum terkena banjir yang
lebih tinggi yang tidak terjangkau oleh air banjir.
7)
Tutup kran saluran air utama yang mengalir ke dalam rumah
8)
Selalu mendengar informasi tentang perkembangan cuaca.
9)
Ikuti perintah evakuasi yang dikeluarkan oleh pemerintah atau petugas bencana
yang ada.
Mencakup semua
langkah yang diambil untuk mengurangi skala bencana di masa mendatang, baik
efek maupun kondisi rentan terhadap bahaya itu sendiri . Oleh karena itu
kegiatan mitigasi lebih difokuskan pada bahaya itu sendiri atau unsur-unsur
terkena ancaman tersebut. Contoh : pembangunan rumah tahan gempa, pembuatan
irigasi air pada daerah yang kekeringan.
Kegiatan-kegiatan pra-bencana ini
dilakukan secara lintas sector dan multi stakeholder,oleh karena itu fungsi
BNPB/BPBD adalah fungsi koordinasi.
3.9 PERAN PERAWAT
a. Peran dalam Pencegahan Primer
Ada beberapa hal yang dapat
dilakukan perawat dalam masa pra bencana ini, antara lain:
1.
Mengenali instruksi ancaman bahaya;
2.
Mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan saat fase emergency (makanan, air,
obat-obatan, pakaian dan selimut, serta tenda)
3.
Melatih penanganan pertama korban bencana.
4.
Berkoordinasi berbagai dinas pemerintahan, organisasi lingkungan, palang merah
nasional maupun lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam memberikan penyuluhan dan
simulasi persiapan menghadapi ancaman bencana kepada masyarakat
Pendidikan kesehatan diarahkan
kepada :
1.
Usaha pertolongan diri sendiri (pada masyarakat tersebut)
2.
Pelatihan pertolongan pertama dalam keluarga seperti menolong anggota keluarga
dengan kecurigaan fraktur tulang , perdarahan, dan pertolongan pertama luka
bakar
3.
Memberikan beberapa alamat dan nomor telepon darurat seperti dinas kebakaran,
RS dan ambulans.
4.
Memberikan informasi tentang perlengkapan yang dapat dibawa (misal pakaian
seperlunya, portable radio, senter, baterai)
5.
Memberikan informasi tempat-tempat alternatif penampungan atau posko-posko
bencana
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Bencana adalah konsekuensi dari kombinasi aktivitas alami (suatu
peristiwa fisik, seperti letusan gunung, gempa bumi, tanah
longsor), nonalam (gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi dan
wabah penyakit) dan bencana sosial (konflik sosial antar kelompok atau
antar komunitas masyarakat dan teror). Karena ketidak berdayaan
manusia, akibat kurang baiknya manajemen keadaan darurat, sehingga menyebabkan
kerugian dalam bidang keuangan dan struktural, bahkan sampai kematian. Kerugian
yang dihasilkan tergantung pada kemampuan untuk mencegah atau menghindari
bencana dan daya tahan mereka.
Besarnya potensi kerugian juga tergantung pada bentuk bahayanya sendiri,
mulai dari kebakaran, yang mengancam bangunan individual, sampai peristiwa
tubrukan meteor besar yang berpotensi mengakhiri peradaban umat manusia.
Banyak masalah yang berkaitan dengan bencana alam. Kehilangan dan kerusakan
termasuk yang paling sering harus dialami bersama datangnya bencana itu. Harta
benda dan manusia terpaksa harus direlakan, dan itu semua bukan masalah yang
mudah. Dan juga terhambatnya laju perekonomian daerah tersebut.
Pedoman Manajemen Logistik dan Peralatan dalam penanggulangan bencana
dimaksudkan sebagai petunjuk praktis yang dipergunakan oleh semua pihak dalam
melaksanakan upaya penanggulangan bencana sejak prabencana, saat bencana dan
pascabencana. Sehingga dapat mengurangi dampak atau kerugian yang
disebabkan oleh bencana.
B. SARAN
Pada saat terjadinya bencana biasanya begitu banyak pihak yang menaruh
perhatian dan mengulurkan tangan memberikan bantuan tenaga, moril maupun
material. Banyaknya bantuan yang datang sebenarnya merupakan sebuah keuntungan
yang harus dikelola dengan baik, agar setiap bantuan yang masuk dapat tepat
guna, tepat sasaran, tepat manfaat, dan terjadi efisiensi.Dengan demikian
diharapkan pelaksanaan manajemen logistik dan peralatan dapat berjalan secara
efektif dan efisien dan terkoordinasi dengan baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar