Pemeriksaan Audiometri, Rinne, Weber test dan Scwabach test
LATAR BELAKANG
Suara adalah sensasi yang timbul apabila getaran longitudinal molekul di
lingkungan eksternal, yaitu masa pemadatan dan pelonggaran molekul yang terjadi
berselang seling mengenai memberan timpani. Plot gerakan-gerakan ini sebagai
perubahan tekanan di memberan timpani persatuan waktu adalah satuan gelombang,
dan gerakan semacam itu dalam lingukangan secara umum disebut gelombang suara.
Secara umum kekerasan suara berkaitan dengan amplitudo gelombang suara dan
nada berkaitan dengan prekuensi (jumlah gelombang persatuan waktu). Semakin
besar suara semakin besar amplitudo, semakin tinggi frekuensi dan semakin
tinggi nada. Namun nada juga ditentukan oleh factor - faktor lain yang belum sepenuhnya
dipahami selain frekuensi dan frekuensi mempengaruhi kekerasan, karena ambang
pendengaran lebih rendah pada frekuensi dibandingkan dengan frekuensi lain.
Gelombang suara memiliki pola berulang, walaupun masing - masing gelombang
bersifat kompleks, didengar sebagai suara musik, getaran apriodik yang tidak
berulang menyebabakan sensasi bising. Sebagian dari suara musik bersala dari
gelombang dan frekuensi primer yang menentukan suara ditambah sejumla getaran
harmonik yang menyebabkan suara memiliki timbre yang khas. Variasi timbre
mempengaruhi mengetahhi suara berbagai alat musik walaupun
alat tersebut memberikan nada yang sama. (William F.Gannong, 1998)
Telah diketahui bahwa adanya suatu suara akan menurunkan kemampuan
seseorang mendengar suara lain. Fenomena ini dikenal sebagai masking
(penyamaran). Fenomena ini diperkirakan disebabkan oleh refrakter relative atau
absolute pada reseptor dan urat saraf pada saraf audiotik yang sebelumnya
teransang oleh ransangan lain. Tingkat suatu suara menutupi suara lain
berkaitan dengan nadanya. Kecuali pada lingkungan yang sangat kedap suara, Efek
penyamaran suara lata akan meningkatan ambang pendengaran dengan besar yang
tertentu dan dapat diukir.
Penyaluran suara prosesnya adalah telinga mengubah gelombang suara di
lingkungan eksternal menjadi potensi aksi di saraf pendengaran। Gelombang diubah oleh gendang telinga
dan tulang-tulang pendengaran menjadi gerakan-gerakan lempeng kaki stapes.
Gerakan ini menimbulkan gelombang dalam cairan telinga dalam. Efek gelombang
pada organ Corti menimbulkan potensial aksidi serat-serat saraf. (William
F.Gannom,1998)
A. Anatomi system pendengaran (Telinga)
Merupakan organ pendengaran dan keseimbangan.Terdiri dari telinga luar,
tengah dan dalam. Telinga manusia menerima dan mentransmisikan gelombang bunyi
ke otak dimana bunyi tersebut akan di analisa dan di intrepretasikan. Cara
paling mudah untuk menggambarkan fungsi dari telinga adalah dengan
menggambarkan cara bunyi dibawa dari permulaan sampai akhir dari setiap
bagian-bagian telinga yang berbeda.
Telinga mempunyai resptor bagi 2
modalitas reseptor sensorik :
1. Pendengaran
(N. Coclearis)
Telinga dibagi menjadi 3 bagian :
Telinga luar
· Auricula
Mengumpulkan suara yang diterima
· Meatus Acusticus Eksternus
Menyalurkan atau meneruskan suara ke
kanalis auditorius eksterna
· Canalis Auditorius Eksternus
Meneruskan suara ke memberan timpani
· Membran timpani
Sebagai resonator mengubah gelombang
udara menjadi gelombang mekanik।
Telinga tengah
Telinga tengah adalah ruang berisi udara yang menghubungkan rongga hidung
dan tenggorokan dihubungkan melalui tuba eustachius, yang fungsinya menyamakan
tekanan udara pada kedua sisi gendang telinga. Tuba eustachius lazimnya dalam
keadaan tertutup akan tetapi dapat terbuka secara alami ketika anda menelan dan
menguap. Setelah sampai pada gendang telinga, gelombang suara akan menyebabkan
bergetarnya gendang telinga, lalu dengan perlahan disalurkan pada rangkaian
tulang-tulang pendengaran. Tulang-tulang yang saling berhubungan ini - sering disebut
" martil, landasan, dan sanggurdi"- secara mekanik menghubungkan
gendang telinga dengan "tingkap lonjong" di telinga dalam. Pergerakan
dari oval window (tingkap lonjong) menyalurkan tekanan gelombang dari bunyi
kedalam telinga dalam.
Telinga tengah terdiri dari :
· Tuba auditorius (eustachius)
Penghubung faring dan cavum naso faringuntuk :
Ø Proteksi: melindungi ndari kuman
Ø Drainase: mengeluarkan cairan.
Ø Aerufungsi: menyamakan tekanan luar
dan dalam.
· Tuba pendengaran (maleus, inkus, dan
stapes)
Memperkuat gerakan mekanik dan
memberan timpani untuk diteruskan ke foramen ovale pada koklea sehingga
perlimife pada skala vestibule akan berkembang.
Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari :
· Koklea
Ø Skala vestibule: mengandung perlimfe
Ø Skala media: mengandung endolimfe
Ø Skala timani: mengandung perlimfe
· Organo corti
Memngandung sel-sel
rambut yang merupakan resseptor pendengaran di memberan basilaris.
Telinga dalam dipenuhi oleh cairan dan terdiri dari "cochlea"
berbentuk spiral yang disebut rumah siput. Sepanjang jalur rumah siput terdiri
dari 20.000 sel-sel rambut yang mengubah getaran suara menjadi getaran-getaran
saraf yang akan dikirim ke otak. Di otak getaran tersebut akan di intrepertasi
sebagai makna suatu bunyi. Hampir 90% kasus gangguan pendengaran disebabkan
oleh rusak atau lemahnya sel-sel rambut telinga dalam secara perlahan. Hal ini
dikarenakan pertambahan usia atau terpapar bising yang keras secara terus
menerus. Gangguan pendengaran yang diseperti ini biasa disebut dengan
sensorineural atau perseptif. Hal ini dikarenakan otak tidak dapat menerima
semua suara dan frekuensi yang diperlukan untuk - sebagai contoh mengerti
percakapan. Efeknya hampir selalu sama, menjadi lebih sulit membedakan atau
memilah pembicaraan pada kondisi bising. Suara-suara nada tinggi tertentu
seperti kicauan burung menghilang bersamaan, orang-orang terlihat hanya seperti
berguman dan anda sering meminta mereka untuk mengulangi apa yang mereka
katakan. Hal ini dikarenakan otak tidak dapat menerima semua suara dan
frekuensi yang diperlukan untuk sebagai contoh mengerti percakapan. Contoh
kecil seperti menghilangkan semua nada tinggi pada piano dan meminta seseorang
untuk memainkan sebuah melodi yang terkenal. Dengan hanya 6 atau 7 nada yang
salah, melodi akan sulit untuk dikenali dan suaranya tidak benar secara
keseluruhan. Sekali sel-sel rambut telinga dalam mengalami kerusakan, tidak ada
cara apapun yang dapat memperbaikinya. Sebuah alat bantu dengar akan dapat
membantu menambah kemampuan mendengar anda. Andapun dapat membantu untuk
menjaga agar selanjutnya tidak menjadi lebih buruk dari keadaan saat ini dengan
menghindari sering terpapar oleh bising yang keras.
Keseimbangan (N. Vestibularis)
a. Canalis
Semisirkularis
Canalis semisirkularis mendeteksi akselerasi atau
deselarisasi anguler atau rotasional kepala, misalnya ketika memulai atau
berhenti berputar, berjungkir balik, atau memutar kepala. Tiap – tiap telinga
memiliki tiga kanalis semesirkularis yang tegak lurus satu sama lain.
b. Utrikulus
Utrikulus adalah struktur seperti kantung yang terletak di
dalam rongga tulang di antara kanalis semisirkularis dan koklea. Rambut–rambut
pada sel rambut asertif di organ ini menonjol ke dalam suatu lembar gelatinosa
di atasnya, yang gerakannya menyebabkan perubahan posisi rambut serta
menimbulkan perubahan potensial di sel rambut.
Sel-sel rambut utrikulus mendeteksi akselerasi atau
deselerasi linear horizontal, tetapi tidak memberikan informasi mengenai
gerakan lurus yang berjalan konstan.
c. Sacculus
Sacculus adalah struktur seperti kantung yang
terletak di dalam rongga tulang di antara kanalis semisirkularis dan koklea.
Sacculus memiliki fungsi serupa dengan utrikulus, kecuali dia berespons secara
selektif terhadap kemiringan kepala menjauhi posisi horizontal (misalnya bangun
dari tempat tidur) dan terhadap akselerasi atau deselerasi loner vertical
(misalnya melompat atau berada dalam elevator).
Fisiologi Pendengaran
Getaran suara ditangkap ol;eh telinga yang dialirkan ke telinga dan
mengenai memberan timpani, sehingga memberan timpani bergetar. Getaran ini
diteruskan ke tulang-tulang pendengaran yang berhhubungan satu sama lain.
Selanjutnya stapes menggerakkan perilimfe dalam skala vestibui kemudian getaran
diteruskan melalui Rissener yang mendorong endolimfe dan memberan basal ke arah
bawah, perilimfe dalam skala timpani akan bergerak sehingga tingkap bundar
(foramen rotundum) terdorong kearah luar.
Rangsangan fisik tadi diubah oleh adanya perbedaan ion kalium dan ion Na
menjadi aliran listrik yang diteruskan ke cabang N.VIII yang kemudian
neneruskan ransangan ke pusat sensori pendengaran di otak melalui saraf
pusat yang ada di lobus temporalis.
Kelainan /Ganggaun Fisiologi Telinga
1. Tuli
konduktif
Karena kelainan ditelinga luaaar atau
di telinga tengah
a. Kelainan
telingna luar yang menyebabkan tuli konduktif adalah astresia liang telinga,
sumbatan oleh serumen, otitis eksterna sirkumsripta, osteoma liang teling.
b. Kelainan
telinga tengah yang menyebabkan tuli konduktif adalah tubakar/sumbatan tuba
eustachius, dan dislokasi tulang pensdengaaran.
2. Tuli
perseptif
Disebabkan oleh kerusakan koklea (N. audiotorius) atau kerusakan pada
sirkuit system saraf pusat dari telinga. Orang tersebut mengalamipenurunan atau
kehilangan kemampuan total untuk mendengar suara dan akan terjadi kelainan pada
:
a. Organo
corti
b. Saraf
: N.coclearis dan N.vestibularais
c. Pusat
pendengaran otak
3. Tuli
campuran
Terjadi karena tuli konduksi yang pada pengobatannya tidak sempurna
sehingga infeksi skunder (tuli persepsi juga).
Kekurangan Pendengaran
Yang dimaksud dengan kekurangan pendengaran adalah keadaan dimana seorang
kurang dpat mendengar dan mengerti suara atau percakpan yang didengar untuk
mendiagnosis kurang pendengaran. Sebagi dokter umum cukuplah memperhatikan
keempat aspek penting berikuta ini :
· Penentuan pada penderita apakah ada
kurang pendengaran atau tidak.
· Jenis kurang pendengaran
· Derajat kurang pendengaran
· Menentukan penyebab
kurang pendengaran
1. Penentuan pada
penderita apakah ada KP atau tidak
Dalam penentuan apakah ada KP atau
tidak pada penderita hal penting yang harus diperhatiakan adalah umur
prnderita. Respon manusia terhadap suara atau percakapan yang didengranya
tergantung pada umur pertumbuhannya. Usia 6 tahun diambil sebagai batas, kurang
dari 6 tahun respon anak terhadap suara atau percakapan berbeda-beda tergantung
umurnya, sedangkan lebih dari 6 tahun respon anak terhadap suara atau
percakapan yang didengar sama dengan orang dewasa karena luasnya aspek
diagnostik KP. Pad kedua golongan umur tersbut, maka dalam makalah ini yang
diuraikan hanya diagnosis KP pada anak-anak umur 6 tahun keatas dan dewasa.
2. Jenis KP
Jenis KP berdasarkan lokalisasi lesi :
a. KP
jenis hantaran
Lokalisasi gangguan atau lesi terletak
pada telinga luar dan atau telinga tengah.
b. KP
jenis sensorineural
Lokalisasi gangguan atau lesi terletak
pada telinga dalam (pada koklea dan N.VIII)
c. KP
jenis campuran
Lokalisasi gangguan atau lesi terletak
pada telinga tengah dan telinga dalam.
d. KP
jenis sentral
Lokalisasi gangguan atau lesi terletak
pada nucleus auditorius dibatang otak sampai dengan korteks otak.
e. KP
jenis fungsional
Pada KP jenis ini tidak dijumpai
adanya gangguan atau lesi organic pada system pendengaran baik perifer maupun
sentral, melainkan berdadasarkan adanya masalah psikologis atau omosional.
Untuk KP jenis sentral dan fungsional
mengingat masih terbatasnya pengetahuan proses pendengara diwilayah trsebut,
disamping masih belum banyak dikenal teknik uji pendengaran yang dapat
dimanfaatkan untuk bahan diagnostik, maka pada makalah ini akan dibatasi pada
diagnosis KP jenis hantaran sensorineural dan campuran saja.
3. Menentukan penyebab KP
Menetukan penyebab KP merupakan hal
yang paling sukar diantara kempat batasan atau aspek tersebut diatas, untuk itu
diperlukan :
a. Anamnesis
yang luas dan cermat tentang riwayat terjadinya KP tersebut
b. Pemeriksaan
umum dan khusus (telinga, hidung dan tenggorokan ) yang teliti.
c. Pemeriksaan
penunjang (bila diperlukan seperti foto laboratorium)
Ada 4 cara yang dapat kita lakukan untuk mengetes fungsi pendengaran
penderita, yaitu :
a. Tes
bisik
b. Tes
bisik modifikasi
c. Tes
garputala
d. Pemeriksaan
audiometri
Tes Fungsi Pendengaran
Pemeriksaan audiometri
Ketajaman pendengaran sering diukur dengan suatu audiometri. Alat ini
menghasilkan nada-nada murni dengan frekuensi melalui aerphon. Pada sestiap
frekuensi ditentukan intensitas ambang dan diplotkan pada sebuah grafik sebagai
prsentasi dari pendengaran normal. Hal ini menghasilkan pengukuran obyektif
derajat ketulian dan gambaran mengenai rentang nada yang paling terpengaruh.
a. Definisi
Audiometri berasal dari kata audir dan metrios yang berarti mendengar dan mengukur (uji pendengaran). Audiometri
tidak saja dipergunakan untuk mengukur ketajaman pendengaran, tetapi juga dapat
dipergunakan untuk menentukan lokalisasi kerusakan anatomis yang menimbulkan
gangguan pendengaran.
Audiometri adalah subuah alat yang digunakan untuk mengtahui level
pendengaran seseorang. Dengan bantuan sebuah alat yang disebut dengan
audiometri, maka derajat ketajaman pendengaran seseorang da[at dinilai. Tes
audiometri diperlukan bagi seseorang yang merasa memiliki gangguan pendengeran
atau seseorang yag akan bekerja pada suatu bidang yang memerlukan ketajaman
pendngaran.
Pemeriksaan audiometri memerlukan audiometri ruang kedap suara, audiologis
dan pasien yang kooperatif. Pemeriksaan standar yang dilakukan adalah :
1) Audiometri
nada murni
Suatu sisitem uji pendengaran dengan menggunakan alat listrik yang dapat
menghasilkan bunyi nada-nada murni dari berbagai frekuensi 250-500, 1000-2000,
4000-8000 dan dapat diatur intensitasnya dalam satuan (dB). Bunyi yang
dihasilkan disalurkan melalui telepon kepala dan vibrator tulang ketelinga
orang yang diperiksa pendengarannya. Masing-masing untuk menukur ketajaman
pendengaran melalui hntaran udara dan hantran tulang pada tingkat intensitas
nilai ambang, sehingga akan didapatkankurva hantaran tulang dan hantaran udara.
Dengan membaca audiogram ini kita dapat mengtahui jenis dan derajat kurang
pendengaran seseorang. Gambaran audiogram rata-rata sejumlah orang yang
berpendengaran normal dan berusia sekitar 20-29 tahun merupakan nilai ambang baku
pendengaran untuk nada muri.
Telinga manusia normal mampu mendengar suara
dengan kisaran frekwuensi 20-20.000 Hz. Frekwensi dari 500-2000 Hz yang paling
penting untuk memahami percakapan sehari-hari.
Tabel berikut
memperlihatkan klasifikasi kehilangan pendengaran
|
Kehilangan dalam
Desibel
|
Klasifikasi
|
|
0-15
|
Pendengaran
normal
|
|
>15-25
|
Kehilangan
pendengaran kecil
|
|
>25-40
|
Kehilangan
pendengaran ringan
|
|
>40-55
|
Kehilangan
pendengaran sedang
|
|
>55-70
|
Kehilangan
pendenngaran sedang sampai berat
|
|
>70-90
|
Kehilangan pendengaran
berat
|
|
>90
|
Kehilangan
pendengaran berat sekali
|
Pemeriksaan ini menghasilkan grafik nilai ambang pendengaran psien pada
stimulus nada murni. Nilai ambang diukur dengan frekuensi yang berbeda-beda.
Secara kasar bahwa pendengaran yang normal grafik berada diatas. Grafiknya
terdiri dari skala decibel, suara dipresentasikan dengan aerphon (air
kondution) dan skala skull vibrator (bone conduction). Bila terjadi air bone
gap maka mengindikasikan adanya CHL. Turunnya nilai ambang pendengaran oleh bone
conduction menggambarkan SNHL.
2) Audiometri
tutur
Audiometri tutur adalah system uji pendengaran yang menggunakan kata-kata
terpilih yang telah dibakukan, dituturkan melalui suatu alat yang telah
dikaliberasi, untuk mrngukur beberapa aspek kemampuan pendengaran. Prinsip
audiometri tutur hampir sama dengan audiometri nada murni, hanya disni sebagai
alat uji pendengaran digunakan daftar kata terpuilih yang dituturkan pada
penderita. Kata-kata tersebut dapat dituturkan langsung oleh pemeriksa melalui
mikropon yang dihubungkan dengan audiometri tutur, kemudian disalurkan melalui
telepon kepala ke telinga yang diperiksa pendengarannya, atau kata-kata rekam
lebih dahulu pada piringan hitam atau pita rekaman, kemudian baru diputar
kembali dan disalurkan melalui audiometer tutur. Penderita diminta untuk
menirukan dengan jelas setip kata yang didengar, dan apabila kata-kata yang
didengar makin tidak jelas karena intensitasnya makin dilemahkan, pendengar
diminta untuk mnebaknya. Pemeriksa mencatata presentase kata-kata yang
ditirukan dengan benar dari tiap denah pada tiap intensitas. Hasil ini dapat
digambarkan pada suatu diagram yang absisnya adalah intensitas suara kata-kata
yang didengar, sedangkan ordinatnya adalah presentasi kata-kata yanag
diturunkan dengan benar. Dari audiogram tutur dapat diketahui dua dimensi
kemampuan pendengaran yaitu :
a) Kemampuan
pendengaran dalam menangkap 50% dari sejumlah kata-kata yang dituturkan pada
suatu intensitas minimal dengan benar, yang lazimnya disebut persepsi tutur
atau NPT, dan dinyatakan dengan satuan de-sibel (dB).
b) Kemamuan
maksimal perndengaran untuk mendiskriminasikan tiap satuan bunyi (fonem) dalam
kata-kata yang dituturkan yang dinyatakan dengan nilai diskriminasi tutur atau
NDT. Satuan pengukuran NDT itu adalah persentasi maksimal kata-kata yang
ditirukan dengan benar, sedangkan intensitas suara barapa saja. Dengan
demikian, berbeda dengan audiometri nada murni pada audiometri tutur intensitas pengukuran
pendengaran tidak saja pada tingkat nilai ambang (NPT), tetapi juga jauh
diatasnya.
Audiometri tutur pada prinsipnya pasien disuruh mendengar kata-kata yang
jelas artinya pada intensitas mana mulai terjadi gangguan sampai 50% tidak
dapat menirukan kata-kata dengan tepat.
Kriteria orang tuli :
ü Ringan masih bisa mendengar pada
intensitas 20-40 dB
ü Sedang masih bisa mendengar pada
intensitas 40-60 dB
ü Berat sudah tidak dapat mendengar pada
intensitas 60-80 dB
ü Berat sekali tidak dapat mendengar
pada intensitas >80 dB
Pada dasarnya tuli mengakibatkan gangguan komunikasi, apabila seseorang
masih memiliki sisa pendengaran diharapkan dengan bantuan alat bantu dengar
(ABD/hearing AID) suara yang ada diamplifikasi, dikeraskan oleh ABD sehingga
bisa terdengar. Prinsipnya semua tes pendengaran agar akurat hasilnya, tetap
harus pada ruang kedap suara minimal sunyi. Karena kita memberikan tes paa
frekuensi tertetu dengan intensitas lemah, kalau ada gangguan suara pasti akan
mengganggu penilaian. Pada audiometri tutur, memng kata-kata tertentu dengan
vocal dan konsonan tertentu yang dipaparkan kependrita. Intensitas pad
pemerriksaan audiomatri bisa dimulai dari 20 dB bila tidak mendengar 40 dB dan
seterusnya, bila mendengar intensitas bisa diturunkan 0 dB, berarti pendengaran
baik. Tes sebelum dilakukan audiometri tentu saja perlu pemeriksaan telinga :
apakah congok atau tidak (ada cairan dalam telinga), apakah ada kotoran telinga
(serumen), apakah ada lubang gendang telinga, untuk menentukan penyabab kurang
pendengaran.
b. Manfaat
audiometri
1) Untuk
kedokteran klinik, khususnya penyakit telinga
2) Untuk
kedokteran klinik Kehakiman,tuntutan
ganti rugi
3) Untuk
kedokteran klinik Pencegahan, deteksi ktulian pada anak-anak
c. Tujuan
Ada empat tujuan (Davis, 1978) :
1) Mediagnostik
penyakit telinga
2) Mengukur
kemampuan pendengaran dalam menagkap percakpan sehari-hari, atau dengan kata
lain validitas sosial pendengaran : untuk tugas dan pekerjaan, apakah butuh
alat pembantu mendengar atau pndidikan khusus, ganti rugi (misalnya dalam
bidang kedokteran kehkiman dan asuransi).
3) Skrinig
anak balita dan SD
4) Memonitor
untuk pekerja-pekerja dinetpat bising.
1. Test
Rinne
Tujuan melakukan tes Rinne adalah untuk membandingkan atara hantaran tulang
dengan hantaran udara pada satu telinga pasien.
Ada 2 macam tes rinne , yaitu :
a. Garputal
512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya tegak lurus pada planum mastoid pasien
(belakang meatus akustikus eksternus). Setelah pasien tidak mendengar bunyinya,
segera garpu tala kita pindahkan didepan meatus akustikus eksternus pasien. Tes
Rinne positif jika pasien masih dapat mendengarnya. Sebaliknya tes rinne
negatif jika pasien tidak dapat mendengarnya
b. Garpu
tala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya secara tegak
lurus pada planum mastoid pasien. Segera pindahkan garputala didepan meatus
akustikus eksternus. Kita menanyakan kepada pasien apakah bunyi garputala
didepan meatus akustikus eksternus lebih keras dari pada dibelakang meatus skustikus eksternus (planum
mastoid). Tes rinne positif jika pasien mendengar didepan maetus akustikus
eksternus lebih keras. Sebaliknya tes rinne negatif jika pasien mendengar
didepan meatus akustikus eksternus lebih lemah atau lebih keras dibelakang.
Ada 3 interpretasi dari hasil tes
rinne :
1) Normal
: tes rinne positif
2) Tuli
konduksi: tes rine negatif (getaran dapat didengar melalui tulang lebih lama)
3) Tuli
persepsi, terdapat 3 kemungkinan :
a) Bila
pada posisi II penderita masih mendengar bunyi getaran garpu tala.
b) Jika
posisi II penderita ragu-ragu mendengar atau tidak (tes rinne: +/-)
c) Pseudo
negatif: terjadi pada penderita telinga kanan tuli persepsi pada posisi I yang
mendengar justru telinga kiri yang normal sehingga mula-mula timbul.
Kesalahan pemeriksaan pada tes rinne dapat terjadi baik berasal dari pemeriksa maupun
pasien. Kesalah dari pemeriksa misalnya meletakkan garputala tidak tegak lurus,
tangkai garputala mengenai rambut pasien dan kaki garputala mengenai aurikulum
pasien. Juga bisa karena jaringan lemak planum mastoid pasien tebal.
Kesalahan dari pasien misalnya pasien lambat memberikan isyarat bahwa ia
sudah tidak mendengar bunyi garputala saat kita menempatkan garputala di planum
mastoid pasien. Akibatnya getaran kedua kaki garputala sudah berhenti saat kita
memindahkan garputala kedepan meatus akustukus eksternus.
2. Test
Weber
Tujuan kita melakukan tes weber adalah untuk membandingkan hantaran tulang
antara kedua telinga pasien. Cara kita melakukan tes weber yaitu: membunyikan
garputala512 Hz lalu tangkainya kita letakkan tegak lurus pada garis
horizontal. Menurut pasien, telinga mana yang mendengar atau mendengar lebih
keras. Jika telinga pasien mendengar atau mendengar lebih keras 1 telinga maka
terjadi lateralisasi ke sisi telinga tersebut. Jika kedua pasien sama-sama
tidak mendengar atau sam-sama mendengaar maka berarti tidak ada lateralisasi.
Getaran melalui tulang akan dialirkan ke segala arah oleh tengkorak,
sehingga akan terdengar diseluruh bagian kepala. Pada keadaan ptologis
pada MAE atau cavum timpani missal:otitis media purulenta pada telinga kanan. Juga adanya cairan atau pus di dalam cavum timpani
ini akan bergetar, biala ada bunyi segala getaran akan didengarkan di sebelah
kanan.
Interpretasi:
a. Bila
pendengar mendengar lebih keras pada sisi di sebelah kanan disebut lateralisai
ke kanan, disebut normal bila antara sisi kanan dan kiri sama kerasnya.
b. Pada
lateralisai ke kanan terdapat kemungkinannya:
1) Tuli
konduksi sebelah kanan, missal adanya ototis media disebelah kanan.
2) Tuli
konduksi pada kedua telinga, tetapi gangguannya pada telinga kanan ebih hebat.
3) Tuli
persepsi sebelah kiri sebab hantaran ke sebelah kiri terganggu, maka di dengar
sebelah kanan.
4) Tuli
persepsi pada kedua teling, tetapi
sebelah kiri lebih hebaaaat dari pada sebelah kanan.
5) Tuli
persepsi telinga dan tuli konduksi sebelah kana jarang terdapat.
3. Test
Swabach
Tujuan :
Membandingkan daya transport melalui
tulang mastoid antara pemeriksa (normal) dengan probandus.
Dasar :
Gelombang-gelombang dalam endolymphe
dapat ditimbulkan oleh :
Getaran yang datang
melalui udara. Getaran yang datang melalui tengkorak, khususnya osteo temporale
Cara Kerja :
Penguji meletakkan pangkal garputala yang sudah digetarkan pada puncak
kepala probandus. Probandus akan mendengar suara garputala itu makin lama makin
melemah dan akhirnya tidak mendengar suara garputala lagi. Pada saat garputala
tidak mendengar suara garputala, maka penguji akan segera memindahkan garputala
itu, ke puncak kepala orang yang diketahui normal ketajaman pendengarannya
(pembanding). Bagi pembanding dua kemungkinan dapat terjadi : akan mendengar
suara, atau tidak mendengar suara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar