Asuhan
Keperawatan Pada Pasien Skizofrenia dengan Halusinasi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Skizofrenia
1.
Pengertian
Skizofrenia adalah suatu diskripsi sindrom dengan variasi
penyebab (banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat
kronis atau deteriorating) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung
pada pertimbangan pengaruh genetik, fisik dan sosial budaya (Rusdi Maslim,
1997; 46).
2.
Penyebab
a.
Keturunan
Telah dibuktikan dengan penelitian bahwa angka kesakitan
bagi saudara tiri 0,9-1,8 %, bagi
saudara kandung 7-15 %, bagi anak dengan salah satu orang tua yang menderita
Skizofrenia 40-68 %, kembar 2 telur 2-15 % dan kembar satu telur 61-86 %
(Maramis, 1998; 215 ).
b.
Endokrin
Teori ini dikemukakan berhubung dengan sering timbulnya
Skizofrenia pada waktu pubertas, waktu kehamilan atau puerperium dan waktu
klimakterium., tetapi teori ini tidak dapat dibuktikan.
c.
Metabolisme
Teori ini didasarkan karena penderita Skizofrenia tampak
pucat, tidak sehat, ujung extremitas agak sianosis, nafsu makan berkurang dan
berat badan menurun serta pada penderita dengan stupor katatonik konsumsi zat
asam menurun. Hipotesa ini masih dalam pembuktian dengan pemberian obat
halusinogenik.
d.
Susunan saraf pusat
Penyebab Skizofrenia diarahkan pada kelainan SSP yaitu pada
diensefalon atau kortek otak, tetapi kelainan patologis yang ditemukan mungkin
disebabkan oleh perubahan postmortem atau merupakan artefakt pada waktu membuat
sediaan.
e.
Teori Adolf Meyer :
Skizofrenia tidak disebabkan oleh penyakit badaniah sebab
hingga sekarang tidak dapat ditemukan kelainan patologis anatomis atau
fisiologis yang khas pada SSP tetapi Meyer mengakui bahwa suatu suatu
konstitusi yang inferior atau penyakit badaniah dapat mempengaruhi timbulnya
Skizofrenia. Menurut Meyer Skizofrenia merupakan suatu reaksi yang salah, suatu
maladaptasi, sehingga timbul disorganisasi kepribadian dan lama kelamaan orang
tersebut menjauhkan diri dari kenyataan (otisme).
f.
Teori Sigmund Freud
Skizofrenia terdapat (1) kelemahan ego, yang dapat timbul
karena penyebab psikogenik ataupun somatik (2) superego dikesampingkan sehingga
tidak bertenaga lagi dan Id yamg berkuasa serta terjadi suatu regresi ke fase
narsisisme dan (3) kehilangaan kapasitas untuk pemindahan (transference)
sehingga terapi psikoanalitik tidak mungkin.
g.
Eugen Bleuler
Penggunaan istilah Skizofrenia menonjolkan gejala utama
penyakit ini yaitu jiwa yang terpecah belah, adanya keretakan atau disharmoni antara
proses berfikir, perasaan dan perbuatan. Bleuler membagi gejala Skizofrenia
menjadi 2 kelompok yaitu gejala primer (gaangguan proses pikiran, gangguan
emosi, gangguan kemauan dan otisme) gejala sekunder (waham, halusinasi dan
gejala katatonik atau gangguan psikomotorik yang lain).
h.
Teori lain
Skizofrenia sebagai suatu sindroma yang dapat disebabkan
oleh bermacam-macaam sebab antara lain keturunan, pendidikan yang salah,
maladaptasi, tekanan jiwa, penyakit badaniah seperti lues otak, arterosklerosis
otak dan penyakit lain yang belum diketahui.
i.
Ringkasan
Sampai sekarang
belum diketahui dasar penyebab Skizofrenia. Dapat dikatakan bahwa faktor
keturunan mempunyai pengaruh. Faktor yang mempercepat, yang menjadikan manifest
atau faktor pencetus (presipitating factors) seperti penyakit badaniah atau
stress psikologis, biasanya tidak menyebabkan Skizofrenia, walaupun
pengaruhnyaa terhadap suatu penyakit Skizofrenia yang sudah ada tidak dapat
disangkal.( Maramis,
1998;218 ).
3.
Pembagian Skizofrenia
Kraepelin membagi Skizofrenia dalam beberapa jenis berdasarkan
gejala utama antara lain :
a.
Skizofrenia Simplek
Sering timbul pertama kali pada usia pubertas, gejala utama
berupa kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berfikir sukar
ditemukan, waham dan halusinasi jarang didapat, jenis ini timbulnya
perlahan-lahan.
b.
Skizofrenia Hebefrenia
Permulaannya
perlahan-lahan atau subakut dan sering timbul pada masa remaja atau antaraa
15-25 tahun. Gejala yang menyolok ialah gangguan proses berfikir, gangguan
kemauaan dan adaanya depersenalisasi atau double personality. Gangguan
psikomotor seperti mannerism, neologisme atau perilaku kekanak-kanakan sering
terdapat, waham dan halusinaasi banyak sekali.
c.
Skizofrenia Katatonia
Timbulnya
pertama kali umur 15-30 tahun dan biasanya akut serta sering didahului oleh
stress emosional. Mungkin
terjadi gaduh gelisah katatonik atau stupor katatonik.
d.
Skizofrenia Paranoid
Gejala yang menyolok ialah waham primer, disertai dengan
waham-waham sekunder dan halusinasi. Dengan pemeriksaan yang teliti ternyata
adanya gangguan proses berfikir, gangguan afek emosi dan kemauan.
e.
Episode Skizofrenia akut
Gejala Skizofrenia timbul mendadak sekali dan pasien seperti
dalam keadaan mimpi. Kesadarannya mungkin berkabut. Dalam keadaan ini timbul perasaan
seakan-akan dunia luar maupun dirinya sendiri berubah, semuanya seakan-akan
mempunyai suatu arti yang khusus baginya.
f.
Skizofrenia Residual
Keadaan
Skizofrenia dengan gejala primernya Bleuler, tetapi tidak jelas adanya
gejala-gejala sekunder. Keadaan
ini timbul sesudah beberapa kali serangan Skizofrenia.
g.
Skizofrenia Skizo Afektif
Disamping gejala Skizofrenia terdapat menonjol secara
bersamaaan juga gejala-gejal depresi (skizo depresif) atau gejala mania
(psiko-manik). Jenis ini cenderung untuk menjadi sembuh tanpa defek,
tetapi mungkin juga timbul serangan lagi.
B. Konsep Dasar
Skizofrenia Hebefrenik
1.
Batasan : Salah
satu tipe skizofrenia yang mempunyai ciri ;
1.
Inkoherensi
yang jelas dan bentuk pikiran yang kacau (disorganized).
2.
Tidak terdapat wamam yang sistemik
3.
Efek yang datar
dan tak serasi / ketolol – tololan.
2.
Gejala Klinik
Gambaran utama
skizofrenia tipe hebefrenik berupa :
-
Inkoherensi yang jelas
-
Afek datar tak
serasi atau ketolol – tololan.
-
Sering disertai tertawa kecil
(gigling) atau senyum tak wajar.
-
Waham / halusinasi yang terpecah –
pecah isi temanya tidak terorganisasi sebagai suatu kesadaran, tidak ada waham
sistemik yang jelas gambaran penyerta yang sering di jumpai.
-
Menyertai
pelangaran (mennerism) berkelakar.
-
Kecenderungan
untuk menarik diri secara ekstrem dari hubungan sosial.
-
Berbagai perilaku tanpa tujuan.
Gambaran klinik ini di mulai dalam usia
muda (15-25 th) berlangsung pelan – pelan menahan tanpa remisi yang berarti
peterroasi kepribadian dan sosial terjadi paling hebat di banding tipe yang
lain.
C. Konsep Dasar Halusinasi
1.
Pengertian
Halusinasi adalah hilangnya
kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal pikiran dan rangsang
eksternal (dunia luar) klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan
tanpa ada obyek atau rangsangan yang nyata, misalnya : klien menyatakan
mendengar suara. Padahal tidak ada orang yang bicara.
Halusinasi adalah suatu
penghayatan yang di alami, suatu persepsi melalui panca indra melalui stimulus
eksternal.
Halusinasi adalah gangguan
persepsi dimana klien merasa mendengar/melihat sesuatu yang dipikirkan,perasaan
tersebut sangat kuat dan menetap yang sebenarnya tidak ada.
2.
Etiologi
Halusinasi dapat terjadi pada
klien dengan gangguan jiwa seperti skizofrenia, depresi atau keadaan delirium.
Halusinasi juga dapat dialami sebagai efek samping dari pengobatan meliputi :
Anti depresi, anti inflamasi, antibiotik.
Penyebab halusinasi
pendengaran secara sfesifik tidak diketahui, namun banyak factor yang
mempengaruhi seperti : factor biologis, psikologis, sosial budaya, pencetusnya
adalah stress lingkungan biologis dan pemicu masalah koping dan mekanisme
koping.
3. Psikopatologi
Halusinasi
merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan persepsi. Bentuk halusinasi
ini biasanya berupa suara yang berbisik akibatnya klien bisa berbicara dengan
suara dan bertengkar, bias juga klien terlihat bibir bergerak-gerak. Pendapat
lain mengatakan bahwa, halusinasi dimulai dengan keinginan rekreasi,
kepribadian yang rusak, maka keinginan ini diproyeksikan keluar dalam bentuk
stimulus eksternal.
4.
Proses terjadinya halusinasi
Fase pertama (comforting)
Klien mengalami stress, cemas,
perasaan perpisahan, kesepian yang memuncak dan tidak dapat di selesaikan,
klien mulai melamun dan memikirkan hal – hal yang menyenangkan cara ini hanya
menolong sementara.
Perilaku :
Tersenyum, tertawa tidak sesuai.
Menggerakkan bibirnya tanpa bersuara.
Pergerakan mata yang cepat.
Respon verbal yang lambat.
Diam dan asyik sendiri.
Fase
kedua (condeming)
Kecemasan meningkatkan, menurun dan
berpikir sendiri jadi dominan. Mulai
dirasakan ada bisikan yang tidak jelas, klien tidak ingin orang lain tahu ia
tetap dapat mengontrol.
Perilaku :
Peningkatan tanda-tanda vital.
Rentang perhatian menyempit.
Asyik dengan
pengalaman sensori dengan kehilangan.
Fase ketiga (controling)
Bisikan, suara, isi halusinasi
semakin menonjol, menguasai dan mengotrol klien, Klien menjadi terbiasa dan
tidak berdaya terhadap halusinasinya.
Perilaku :
Kemauan yang
dikendali halusinasi telah diikuti.
Kesukaran berhubungan
dengan orang lain.
Rentang perhatian hanya beberapa detik
Fase
keempat (conquering)
Halusinasi
berubah menjadi mengancam,memerintah dan memarahi klien, klien menjadi takut,
tidak berdaya hilang kontrol dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan
orang lain di lingkungan .
Perilaku :
Perilaku tremor akibat panik.
Aktivitas fisik merefleksikan isi halusinasi seperti
perilaku kekerasan dan menarik diri.
Tidak mampu
berespon terhadap perintah yang kompleks.
Tidak mampu
berespon lebih dari satu orang.
5. Tanda dan gejala halusinasi
Tanda :
Kepala
mengangguk-angguk seperti mendengar orang sedang berbicara.
Mengerakkan bibir,tetapi suara atau
bibir komat kamit tanpa
suara.
Berbicara keras
seperti ada teman bicara
Asyik sendiri,
kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dan realita.
Kesukaran dalam
berhubungan dengan orang lain
Tidak mampu
berespon terhadap perintah yang tidak kompleks, serta berespon lebih dari satu
orang.
Peningkatan
tanda system saraf otonom (denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah)
Gejala
Kurang tidur
Kelelahan
Nutrisi kurang
Infeksi
Keletihan
Isolasi social
Hilangnya kebebasan hidup
Harga diri rendah
Putus asa
Kehilangan motivasi
Rendahnya kemampuan bersosialisasi
Ketidakadekuatan pengobatan
Ketidakadekuatan penanganan gejala
6.
Jenis halusinasi
a.
Halusinasi dengar
Dengar
suatu membicarakan, mengejek, menertawakan, mengancam tetapi tidak ada
sumbernya disekitarnya.
b.
Halusinasi terlihat
Melihat
pemandangan, orang, binatang atau sesuatu yang tidak ada tetapi klien yakin
ada.
c.
Halusinasi penciuman
Menyatakan mencium bau bunga kemenyan yang tidak dirasa
orang lain dan ada sumber.
d.
Halusinasi kecap
Merasa
mengecap sesuatu rasa di mulut tetapi tidak ada.
e.
Halusinasi raba
Merasa ada binatang merayap pada kulit tetapi tidak ada.
7.
Identifkasi adanya perilaku
halusinasi :
a.
Isi
halusinasi
·
Menanyakan
suara apa yang didengar.
·
Apa bentuk
bayangan yang dilihat.
·
Bau apa yang
dicium.
·
Rasa apa yang
dikecap.
·
Merasakan apa
yang dipermukaan tubuh.
b.
Waktu dan frekuensi halusinasi.
·
Kapan
pengalaman halusinasi itu muncul.
·
Bila dimungkinkan klien diminta
menjelaskan kapan persisi waktunya halusinasi terjadi.
c.
Situasi pencetus halusinasi.
·
Menanyakan pada
klien peristiwa dan kejadian yang dialami sebelum halusinasi muncul.
·
Mengobservasi
apa yang diambil klien menjelang munculnya halusinasi.
d.
Respon klien.
·
Apa yang
dilakukan oleh klien saat mengalami pengalaman halusinasi.
·
Apakah masih
bisa mengontrol stimulus halusinasi /sudah tidak berdaya lagi terhadap
stimulus.
Pengkajian Keperawatan
A.
Faktor
predisposisi
1.
Faktor
perkembangan
Hambatan
perkembangan akan mengganggu hubungan interpersonal, dapat meningkatkan stress
dan ansietas, dapat berakhir dengan gangguan persepsi.
2.
Faktor sosial
budaya
Berbagai faktor
di masyarakat yang membuat seseorang merasa di singkirkan atau kesepian,
selanjutnya tidak dapat di atasi timbul berat seperti delusi dan halusinasi.
3.
Faktor
psikologis
Hubungan
interpersonal yang tidak harmonis, peran ganda/ bertentangan dapat menimbulkan
anseitas berat yang berakhir dengan pengingkaran terhadap kenyataan.
4.
Faktor biologis
Struktur otak
abnormal ditemukan pada pasien GOR, atropik otak, pembesaran vertikal,
perubahan besar dan bentuk sel kortikal dan limbit.
5.
Faktor genetik
GOR umumnya
ditemukan pada pasien skizofernia. Ditemukan cukup tinggi pada anggota keluarga
skizofernia, dan akan lebih tinggi jiwa kedua orang tua skizofernia.
B.
Faktor
presipitasi
1. Stresor sosial
budaya
Stress dan
cemas akan meningkat bila terjadi penurunan stabilitas keluarga, perpisahan
dengan orang penting atau di asingkan dari kelompok.
2. Faktor
biokimial
Berbagai
penelitaian tentang dopamine, norepineprin, indolamin, zat halusigenik di duga
berkaitan dengan GOR.
3. Faktor
psikologis
Intensitas
kecemasan yang ekstrim dan memanjang disertai terbatasnya kemampuan mengatasi
masalah kemungkinan berkembangnya GOR. Pasien mengembangkan koping untuk
menghindari kenyataan yang tidak menyenangkan.
4. Prilaku
Prilaku yang
perlu dikaji pada pasien GOR berkaitan dengan perubahan : proses pikir, efektif
persepsi, motorik dan sosial.
Mekanisme
koping :
o Regresi,
menjadi malas beraktivitas sehari – hari.
o Proyeksi
mencoba menjelaskan gangguan persepsi dengan mengalihkan tanggung jawab kepada
orang lain atau benda.
o Menarik diri,
sulit mempercayai oarang lain dan asik stimulus internal.
o Keluarga mengingkari
masalah yang dialami klien.
POHON
MASALAH
6.
Daftar Masalah
b.
Resiko
menciderai diri sendiri, oramg lain dan lingkungan
c.
Gangguan
persepsi sensori : halusibasi pendengaran dan penglihatan
d.
Isolasi sosial :
menarik diri
e.
Defisit
perawatan diri : mandi dan berhias
7. Diagnosa Keperawatan
a.
Resiko
menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan
gangguan persepsi sensori : halusinasi
pendengaran dan penglihatan
b.
Gangguan
persepsi sensori : halusinasi pendengaran dan penglihatan berhubungan dengan
isolasi sosial : menarik diri.
c.
Isolasi ssosial
: Defisit perawatan diri : mandi dan berhias berhubungan dengan isolasi sosial
; menarik diri.
8. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan : Resiko tinggi
mencedrai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan gangguan
persepsi sensorik : halusinasi dengar.
TUM dan TUK
Tujuan Umum
Klien tidak
mecederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan
Tujuan Kusus :
TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling
percaya.
TUK 2 : Klien dapat mengenal halusinasinya.
TUK 3 : Klien dapat mengontrol
halusinasinya.
TUK 4 : Klien
dapat dapat dukungan dari keluaraga dalam mengontrol halusinasinya.
TUK 5 : Klien
dapat memanfaatkan obat dengan baik.
Tindakan
keperawatan
TUK 1 : Klien
dapat membina hubungan saling percaya.
1.1.
Kriteria Evaluasi : Ekspresi
wajah bersahabat menunjukkan rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat tangan,
mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, mau duduk berdampingan dengan
perawat, mau mengutarakan masalah yang dihadapi.
Intervensi
Keperawatan :
1.1.1. Bina
hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip komunikasi terapeutik.
a. Sapa klien
dengan ramah baik verbal maupun non verbal
b.Perkenalkan
diri dengan sopan.
c. Tanyakan nama
lengkap dan nama panggilan yang disukai.
d.
Jelaskan tujuan
pertemuan.
e. Jujur dan
menepati janji.
f. Tunjukkan sikap
empati dan menerima klien apa adanya.
g.Beri
perhatian pada klien dan perhatikan kebutuhan klien
TUK 2 : Klien
dapat mengenal halusinasinya.
Kriteria
Evaluasi : 2.1. Klien dapat menyebutkan waktu, isi, frekuensi timbulnya halusinasi.
2.2. Klien
dapat mengungkapkan perasaan halusinasinya.
Intervesi Keperawatan
:
2.1.1.
Adakan kontak
sering dan singkat secara bertahap.
2.1.2.
Observasi
tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya : bicara dan tertawa tanpa
stimulus, memandang ke kiri/ ke depan seolah – olah ada teman bicara.
2.1.3.
Bantu klien
mengenal halusinasinya :
a.
Jika menemukan
klien yang sedang halusinasi, tanyakan apakah ada suara yang didengar.
b.
Jika klien
menjawab ada, lanjutkan : apa yang dikatakan.
c.
Katakan bahwa
perawat percaya klien mendengar suara itu, namun perawat sendiri tidak
mendengar (dengan nada bersahabat tanpa menuduh atau menghakimi).
d.
Katakan bahwa
klien lain juga ada seperti klien.
e.
Katakan bahwa
perawat akan membantu klien.
2.1.4.
Diskusikan
dengan klien :
a.
Situasi yang
menimbulkan/ tidak menimbulkan halusinasi.
b.
Waktu dan
frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore dan malam atau jika sendiri,
jengkel/ sedih).
2.2.1. Diskusikan
dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi (marah/takut, sedih,
senang) beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
TUK 3 : Klien dapat mengontrol halusinasinya.
Kriteri
Evaluasi : 3.1. Klien dapat menyebutkan tindakan yang biasa dilakukan untuk
mengendalikan halusinasinya
3.2. Klien
dapat menyebutkan cara baru.
3.3. klien
dapat memilih cara mengatasi halusinasi seperti yang telah didiskusikan dengan
klien.
Intervensi
Keperawatan :
3.1.1.
Identifiasikan
bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi (tidur,
marah, menyibukkan diri dll).
3.1.2.
Diskusikan
manfaat dan cara yang dilakukan klien, jika bermanfaat berikan pujian.
3.1.3.
Dikusikan
bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain.
3.2.1. Diskusikan cara baru untuk memutuskan atau
mengontrol timbulnya halusinasi:
o Katakan : ”saya tidak mau dengar kamu”
o Menemui orang lain (
perawat/teman/anggota keluarga ) untuk bercakap-cakap atau mengatakan
halusinasi yang didengar.
o Mmbuat jawal kegiatan sehari-hari agar
halusinasi tidak sempat muncul.
o Meminta kelarga/teman/perawat menyapa
jika tampak bicara sendiri
3.3.1. Bantu klien memilih dan melatih cara memutus
halusinasi secara bertahap.
3.4.1. Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah di
latih.
Evaluasi
hasilnya dan beri pujian jika berhasil.
3.2.4.
Anjurkan klien
mengikuti terapi aktivitas kelompok, orientasi realita, stimulasi persepsi.
TUK 4 :
Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya.
Kriteria evaluasi :
4.1
Keluarga dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
4.2 Keluarga dapat menyebutkan pengertian, tanda dan
tindakan untuk mengendalikan halusinasi.
Intervensi
Keperawatan :
4.1.1. Anjurkan klien
untuk memberitahu keluarga jika mengalami halusinasi.
4.1.2. Diskusikan
dengan keluarga (pada saat keluarga berkunjung atau pada saat kunjungan rumah)
:
a. gejala halusinasi yang dialami klien.
b. cara yang dapat dilakukan klien dan
keluarga untuk memutuskan halusinasi.
c. cara merawat anggota keluarga yang
halusinasi di rumah : beri kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama,
bepergian bersama.
d. berikan informasi waktu follow up
atau kapan perlu mendapat bantuan halusinasi tidak terkontrol, dan resiko
menciderai orang lain.
TUK 5 : Klien
dapat memanfaatkan obat dengan baik
Kriteria Evaluasi :
5.1. klien dan keluarga dapat
menyebutkan manfaat, dosis dan efek samping obat.
5.2 klien dapat mendemontrasikan
penggunaan obat dengan benar
5.3 Klien dapat
informasi tentang obat/manfaat obat yang diberikan
Intervensi
Keperawatan:
5.1.1 diskusikan dengan klien dan
keluarga tentang dosis, frekuensi dan
manfaat obat.
5.2.1 anjurkan klien minta sendiri obat
pada perawat dan merasakan manfaatnya.
5.3.1 Anjurkan klien bicara dengna
dokter tentang perawatan dan pengobatan.
5.4.1 Diskusikan akibat berhenti
mengkonsumsi obat tanpa konsultasi.
5.5.1 Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5
benar(benar pasien, benar obat, benar dosis, benar cara,banar waktu).
DAFTAR PUSTAKA
Achir, Yani. 2008. Bunga
Rampai Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta. EGC.
Keliat, Budi Anna. (2005). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Ed. 2, Jakarta : EGC
Muslim, Rusdi. 2001. Diagnosis
Gangguan Jiwa. Jakarta. PT. Nuh Jaya.
Yosep, Iyus,. S. Kep, M.Si.(2007). Keperawatan Jiwa. Penerbit PT. Refika Aditama.
Bandung.