KONSEP DASAR KELUARGA DAN LAPORAN
PENDAHULUAN ANAK KURANG GIZI
A.
DEFINISI
Pengertian
keluarga akan berbeda-beda. Hal ini bergantung pada orientasi yang digunakan
dan orang yang mendefinisikannya. Marilyn M. Friedman (1998) mendefinisikan
bahwa keluarga adalah dua orang atau lebih yang disatukan oleh ikatan-ikatan
kebersamaan dan ikatan emosional dan yang mengidentifikasikan diri mereka
sebagai bagian dari keluarga. Menurut UU No. 10 1992, keluarga adalah unit
terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami-isteri, atau suami-isteri dan
anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya. Definisi lain keluarga
adalah dua orang atau lebih yang dibentuk berdasarkan ikatan perkawinan yang
sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan materil yang layak, bertaqwa
kepada Tuhan, memiliki hubungan yang selaras dan seimbang antara anggota
keluarga dan masyarakat serta lingkungannya (BKKBN
1999, cit Setyowati 2008).
B.
CIRI-CIRI KELUARGA
1. Diikat
tali perkawinan
2. Ada
hubungan darah
3. Ada
ikatan batin
4. Tanggung
jawab masing –masing
5. Ada
pengambil keputusan
6. Kerjasama
7. Interaksi
8. Tinggal
dalam suatu rumah
C. STRUKTUR KELUARGA
Ciri
- Ciri Struktur Keluarga
Menurut
Anderson Carter , dikutip Nasrul Effendy (1998), dibagi menjadi 3 yaitu:
1. Terorganisasi:
Saling berhubungan, saling ketergantungan antara anggota keluarga.
2. Ada
Keterbatasan: Setiap anggota memiliki kebebasan tetapi mereka juga mempunyai
keterbatasan dalam menjalankan fungsi dan tugasnya masing -masing.
3. Ada
perbedaan dan kekhususan: Setiap anggota keluarga mempunyai peranan dan
fungsinya masing - masing.
Struktur
Keluarga (Ikatan Darah) :
1. Patrilineal,
keluarga sedarah terdiri sanak saudara sedarah dalam beberapa generasi, dimana
hubungan Itu berasal dari jalur ayah.
2. Matrilineal,
keluarga sedarah terdiri sanak saudara sedarah dalam beberapa generasi, dimana
hubungan Itu berasal dari jalur ibu.
3. Matrilokal,
suami istri tinggal pada keluarga sedarah istri.
4. Patrilokal,
suami istri tinggal pada keluarga sedarah suami.
5. Keluarga
kawinan, hubungan Suami istri sebagai dasar bagi pembinaan keluarga dan sanak
saudara baik dari pihak suami dan istri.
D. PERAN
KELUARGA
Berbagai
peranan yang terdapat didalam keluarga menurut Nasrul Effendy (1998), adalah
sebagai berikut :
1. Peran
ayah: Ayah sebagai suami dari istri dan anak – anak, berperan sebagai pencari
nafkah,pendidik, pelindung, dan pemberi rasa aman, sebagai kepala keluarga,
sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari
lingkungannya.
2. Peran
ibu: Sebagai istri dan ibu dari anak – anaknya. Ibu mempunyai peranan untuk
mengurus rumah tangga sebagai pengasuh dan pendidik anak – anaknya, pelindung
dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai anggota
masyarakat dari lingkungannya, disamping itu juga ibu dapat berperan sebagai
pencari nafkah tambahan dalam keluarganya.
3. Peran
anak: Anak – anak melaksanakan peranan psikososial sesuai dengan tingkat
perkembangannya baik fisik, mental, sosial dan spiritual.
E. TIPE
KELUARGA
Secara
tradisional keluarga dikelompokan menjadi dua, yaitu: (Suprajitno, 2004)
1. Keluarga
inti (nuclear family) adalah keluarga yang hanya terdiri dari ayah, ibu, dan
anak yang diperoleh dari keturunannya atau adopsi atau keduanya.
2. Keluarga
besar (extended family) adalah keluarga inti ditambah anggota keluarga lain
yang masih mempunyai hubungan darah (kakek-nenek, paman-bibi).
Namun,
dengan berkembangnya peran individu dan meningkatnya rasa individualisme,
pengelompokan tipe keluarga selain kedua keluarga di atas berkembang menjadi:
(Suprajitno, 2004)
1. Keluarga
bentukan kembali (dyadic family) adalah keluarga baru yang terbentuk dari
pasangan yang telah cerai atau kehilangan pasangannya.
2. Orang
tua tunggal (single parent family) adalah keluarga yang terdiri dari salah satu
orang tua dengan anak-anak akibat perceraian atau ditinggal pasangannya.
3. Ibu
dengan anak tanpa perkawinan (the unmarried teenage mother).
4. Orang
dewasa (laki-laki atau perempuan) yang tinggal sendiri tanpa pernah menikah
(the single adult living alone). Kecendrungan di Indonesia juga meningkat
dengan dalih tidak mau direpotkan dengan pasangan atau anaknya kelak jika
menikah.
5. Keluarga
dengan anak tanpa pernikahan sebelumnya (the nonmarital heterosexual cohabiting
family).
6. Keluarga
yang dibentuk oleh pasangan yang berjenis kelamin sama (guy and lesbian
family).
Sedangkan
Menurut Nasrul Effendy (1998), tipe keluarga terdiri dari :
1. Keluarga
inti (Nuclear Family) : adalah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-
anak.
2. Keluarga
besar (Extended Family) : adalah keluarga inti di tambah sanak saudara,
misalnya ; nenek, kakek, keponakan, saudara sepupu, paman, bibi dan sebagainya.
3. Keluarga
berantai (Serial Family) : adalah keluarga yang terdiri dari pria dan wanita
yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan suatu keluarga inti.
4. Keluarga
duda atau janda (Single Family) : adalah keluarga yang terjadi karena
perceraian atau kematian.
5. Keluarga
berkomposisi (Compocite) : adalah keluarga yang berpoligami yang hidup bersama.
6. Keluarga
kabitas (Cahabitation) : adalah keluarga yang terdiri dari dua orang menjadi
satu tanpa pernikahan tetapi membentuk satu keluarga.
F. FUNGSI
KELUARGA
Friedman
(1998) mengidentifikasi lima fungsi dasar keluarga, sebagai berikut:
1. Fungsi
afektif (the affective function) adalah fungsi keluarga yang utama untuk
mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga berhubungan
dengan orang lain. Fungsi ini dibutuhkan untuk perkembangan individu dan
psikososial anggota keluarga.
2. Fungsi
sosialisasi dan tempat bersosialisasi (socialization and social placement
function) adalah fungsi mengembangkan dan tempat melatih anak untuk
berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan orang
lain di luar rumah.
3. Fungsi
reproduksi (the reproductive function) adalah fungsi untuk mempertahankan
generasi dan menjaga kelangsungan keluarga.
4. Fungsi
ekonomi (the economic function), yaitu keluarga berfungsi untuk memenuhi
kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat untuk mengembangkan kemampuan
individu meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
5. Fungsi
perawatan/ pemeliharaan kesehatan (the health care function). Keluarga juga
berperan atau berfungsi untuk melaksanakan praktek asuhan kesehatan, yaitu
untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan dan atau merawat anggota keluarga
yang sakit. Kemampuan keluarga dalam memberikan asuhan kesehatan mempengaruhi
status kesehatan keluarga. Kesanggupan keluarga melaksanakan pemeliharaan
kesehatan dapat dilihat dari tugas kesehatan keluarga yang dilaksanakan.
Keluarga yang dapat melaksanakan tugas kesehatan berarti sanggup menyelesaikan
masalah kesehatan (Setyowati, 2008).
G. TUGAS
KELUARGA DI BIDANG KESEHATAN
Sesuai
dengan fungsi pemeliharaan kesehatan, keluarga mempunyai tugas di bidang
kesehatan yang perlu dipahami dan dilakukan, meliputi: (Suprajitno, 2004)
1. Mengenal
masalah kesehatan keluarga.
Kesehatan
merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh diabaikan karena tanpa kesehatan
segala sesuatu tidak akan berarti dan karena kesehatanlah kadang seluruh
kekuatan sumber daya dan dana keluarga habis. Orang tua perlu mengenal keadaan
kesehatan dan perubahan-perubahan yang dialami anggota keluarga. Perubahan
sekecil apapun yang dialami anggota keluarga secara tidak langsung menjadi
perhatian orang tua/ keluarga.
2. Memutuskan
tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga.
Tugas
ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari pertolongan yang tepat
sesuai dengan keadaan keluarga, dengan pertimbangan siapa di antara anggota
keluarga yang mempunyai kemampuan memutuskan untuk menentukan tindakan
keluarga. Tindakan kesehatan yang dilakukan oleh keluarga diharapkan tepat agar
masalah kesehatan dapat dikurangi bahkan teratasi. Dalam hal ini termasuk
mengambil keputusan untuk mengobati sendiri.\
3. Merawat
anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan.
Sering
kali keluarga telah mengambil tindakan yang tepat dan benar. Tetapi keluarga
mempunyai keterbatasan yang telah diketahui oleh keluarga sendiri. Jika
demikian, anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan perlu memperoleh
tindakan lanjutan atau perawatan agar masalah yang lebih parah tidak terjadi.
Perawatan dapat dilakukan di institusi pelayanan kesehatan atau di rumah
apabila keluarga telah memiliki kemampuan melakukan tindakan untuk pertolongan
pertama.
4. Memodifikasi
lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga.
5. Memanfaatkan
fasilitas pelayanan kesehatan di sekitarnya bagi keluarga.
H. TUGAS
PERKEMBANGAN SESUAI DENGAN TAHAP PERKEMBANGAN (DUVAL)
(SOCIOLOGICAL
PERSPECTIVE)
1. Keluarga
baru menikah
·
membina hubungan Intim
·
bina hubungan dengan keluarga
lain: teman dan kelompok sosial
·
mendiskusikan rencana punya anak
2.
Keluarga. Dengan anak baru lahir
·
persiapan menjadi orang tua
·
adaptasi keluarga baru , interaksi
keluarga
3.
Keluarga dengan anak usia pra sekolah
·
memenuhi kebutuhan Anggota keluarga
: rumah, rasa aman
·
membantu anak untuk bersosialisasi
·
mempertahankan hubungan yg sehat
keluarga intern dan luar
·
pembagian tanggung jawab
·
kegiatan untuk stimulasi
perkembangan Anak
4.
Keluarga dengan anak usia sekolah
·
membantu sosialisasi anak dengan
lingkungan luar
·
mempertahankan keintiman pasangan
·
memenuhi
kebutuhan yang meningkat
5.
Keluarga dengan anak remaja
·
memberikan kebebasan seimbang dan
bertanggug jawab
·
mempertahankan hubungan Intim dengan
keluarga
·
komunikasi terbuka : hindari, debat,
permusuhan
·
persiapan perubahan sistem peran
6.
Keluarga mulai melepas anak sebagai dewasa
·
perluas jaringan keluarga dari keluarga
inti ke extended
·
pertahankan keintiman pasanagan
·
membantu anak untuk mandiri sebagai keluarga
baru
·
penataan kembali peran orang tua
7.Keluarga
usia pertengahan
·
pertahankan kesehehatan individu dan
pasangan usia pertengahan
·
hubungan serasi dan memuaskan dengan
anak- anaknya dan sebaya
·
meningkatkan keakraban pasangan
8.Keluarga
usia tua
·
pertahankan suasana saling menyenangkan
·
adapatasi perubahan : kehilangan pasangan,kekurangan
fisik, penghasilan
·
pertahankan keakraban pasangan
·
melakukan life review masa lalu
KONSEP KURANG GIZI
A. TINAJUAN
TEORI
1. DEFINISI
GIZI
Gizi adalah suatu
proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui
proses digesti, absobsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran
zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan
fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi.
Tidak ada satu jenis makanan yang mengandung
semua zat gizi, yang mampu membuat seseorang untuk hidup sehat, tumbuh kembang
dan produktif. Oleh karena itu, setiap orang perlu mengkonsumsi anekaragam
makanan; kecuali bayi umur 0-4 bulan yang cukup mengkonsumsi Air Susu Ibu (ASI)
saja. Bagi bayi 0-4 bulan, ASI adalah satu-satunya makanan tunggal yang penting
dalam proses tumbuh kembang dirinya secara wajar dan sehat.
Makan makanan yang
beranekaragam sangat bermanfaat bagi kesehatan. Makanan yang beraneka ragam
yaitu makanan yang mengandung unsur-unsur zat gizi yang diperlukan tubuh baik
kualitas maupun kuantintasnya, dalam pelajaran ilmu gizi biasa disebut triguna
makanan yaitu, makanan yang mengandung zat tenaga, pembangun dan zat pengatur.
Apabila terjadi kekurangan atas kelengkapan salah satu zat gizi tertentu pada
satu jenis makanan, akan dilengkapi oleh zat gizi serupa dari makanan yang
lain. Jadi makan makanan yang beraneka ragam akan menjamin terpenuhinya
kecukupan sumber zat tenaga, zat pembangun dan zat pengatur.
Makanan sumber zat tenaga antara lain: beras,
jagung, gandum, ubi kayu, ubi jalar, kentang, sagu, roti dan mi. Minyak,
margarin dan santan yang mengandung lemak juga dapat menghasilkan tenaga.
Makanan sumber zat tenaga menunjang aktivitas sehari-hari.
Makanan sumber zat pembangun yang berasal
dari bahan makanan nabati adalah kacang-kacangan, tempe, tahu. Sedangkan yang
berasal dari hewan adalah telur, ikan, ayam, daging, susu serta hasil olahan,
seperti keju. Zat pembangun berperan sangat penting untuk pertumbuhan dan
perkembangan kecerdasan seseorang.
Makanan sumber zat pengatur adalah semua
sayur-sayuran dan buah-buahan. Makanan ini mengandung
berbagai vitamin dan mineral, yang berperan untuk melancarkan bekerjanya fungsi
organ-organ tubuh.
2. DEFINISI
KURANG GIZI
Menurut Supariasa
(2002:18), malnutrisi adalah keadaan patologis akibat
kekurangan atau kelebihan secara relatif maupun
absolut saat lebih zat gizi.
Menurut Ngastiyah (2005:258), gizi kurang pada keadaan
awalnya tidak ditentukan kelainan biokimia tapi pada keadaan lanjut akan
didapatkan kadar albumin rendah, sedangkan globulin meninggi.
Sedangkan menurut Almatsier(2002: 303), Gizi kurang
disebabkan oleh kekurangan makanan sumber energi secara umum dan kurang
sumber protein.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Gizi
kurang adalah suatu keadaan yang diakibatkan oleh konsumsi makanan yang kurang
sumber protein, penyerapan yang buruk atau kehilangan zat gizi secara berlebih.
3. FAKTOR
PENYEBAB GIZI KURANG
a. Tidak
tersedianya makanan secara adekuat Tidak tersedinya makanan yang adekuat
terkait langsung dengan kondisi sosial ekonomi. Kadang kadang bencana alam,
perang, maupun kebijaksanaan politik maupun ekonomi yang memberatkan rakyat
akan menyebabkan hal ini. Kemiskinan sangat identik dengan tidak tersedianya
makan yang adekuat. Data Indonesia dan negara lain menunjukkan bahwa adanya
hubungan timbal balik antara kurang gizi dan kemiskinan. Kemiskinan merupakan penyebab
pokok atau akar masalah gizi buruk. Proporsi anak malnutrisi berbanding
terbalik dengan pendapatan. Makin kecil pendapatan penduduk, makin tinggi
persentasi anak yang kekurangan gizi.
b. Anak tidak
cukup mendapat makanan bergizi seimbang makanan alamiah terbaik bagi bayi yaitu
Air Susu Ibu (ASI), dan sesudah usia 6 bulan anak tidak mendapat Makanan
Pendamping ASI (MP-ASI) yang tepat, baik jumlah dan kualitasnya akan
berkonsekuensi terhadap status gizi bayi. MP-ASI yang baik tidak hanya cukup
mengandung energi dan protein, tetapi juga mengandung zat besi, vitamin A, asam
folat, vitamin B serta vitamin dan mineral lainnya. MP-ASI yang tepat dan baik
dapat disiapkan sendiri di rumah. Pada keluarga dengan tingkat pendidikan dan
pengetahuan yang rendah seringkali anaknya harus puas dengan makanan seadanya
yang tidak memenuhi kebutuhan gizi balita karena ketidaktahuan.
c. Pola makan yang
salah Suatu studi "positive deviance" mempelajari mengapa dari sekian
banyak bayi dan balita di suatu desa miskin hanya sebagian kecil yang gizi
buruk, padahal orang tua mereka semuanya petani miskin. Dari studi ini
diketahui pola pengasuhan anak berpengaruh pada timbulnya gizi buruk. Anak yang
diasuh ibunya sendiri dengan kasih sayang, apalagi ibunya berpendidikan,
mengerti soal pentingnya ASI, manfaat posyandu dan kebersihan, meskipun
sama-sama miskin, ternyata anaknya lebih sehat. Unsur pendidikan perempuan
berpengaruh pada kualitas pengasuhan anak. Sebaliknya sebagian anak yang gizi
buruk ternyata diasuh oleh nenek atau pengasuh yang juga miskin dan tidak
berpendidikan. Banyaknya perempuan yang meninggalkan desa untuk mencari kerja
di kota bahkan menjadi TKI, kemungkinan juga dapat menyebabkan anak menderita
gizi buruk.
d. Kebiasaan,
mitos ataupun kepercayaan / adat istiadat masyarakat tertentu yang tidak benar
dalam pemberian makan akan sangat merugikan anak . Misalnya kebiasaan memberi
minum bayi hanya dengan air putih, memberikan makanan padat terlalu dini,
berpantang pada makanan tertentu ( misalnya tidak memberikan anak anak daging,
telur, santan dll) , hal ini menghilangkan kesempatan anak untuk mendapat
asupan lemak, protein maupun kalori yang cukup sehingga anak menjadi sering
sakit (frequent infection)
a. Infeksi kronik
seperti misalnya tuberculosis (TBC) masih sangat tinggi. Kaitan infeksi dan
kurang gizi seperti layaknya lingkaran setan yang sukar diputuskan, karena
keduanya saling terkait dan saling memperberat. Kondisi infeksi kronik akan
meyebabkan kurang gizi dan kondisi malnutrisi sendiri akan memberikan dampak buruk
pada sistem pertahanan sehingga memudahkan terjadinya infeksi.
4. PATOFISIOLOGI
Sebenarnya malnutrisi (Gizi kurang) merupakan suatu
sindrom yang terjadi akibat banyak faktor.
Faktor-faktor ini dapat digolongkan atas tiga faktor penting yaitubhost,
agent, environment (Supariasa,
2002). Memang faktor diet makanan
memegang peranan penting tetapi faktor lain ikut menentukan dalam keadaan
keluarga makanan, tubuh selalu berusaha untuk mempertahankan hidup dengan
memenuhi kebutuhan pokok atau energi.
Kemampuan tubuh untuk mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak,
merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan, (glukosa)
dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, sayangnya
kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit, sehingga setelah 25
jam sudah dapat terjadi kekurangan.
Akibat katabolisme protrein terjadi setelah beberapa jam dengan
menghasilkan asam amino yang segera di ubah menjadi karbohidrat di hepar dan di
ginjal selama puasa jaringan lemak di pecah jadi asam lemak, gliseraal dan
keton bodies, asam lemak dan keton bodies sebagai sumber energi kalau
kekurangan makan ini berjalan menahun.
Tubuh akan mempertahankan diri jangan sampai memecah protein lagi
setelah kira-kira kehilangan separuh tubuh.
Proses patogenesis terlihat pada faktor lingkungan dan
manusia (host dan environment) yang didukung oleh asupan-asupan zat-zat
gizi, akibat kekurangan zat gizi maka simpanan zat gizi pada tubuh digunakan
untuk memenuhi kebutuhan, apabila keadaan ini berlangsung lama. Maka simpanan zat gizi ini akan habis ahirnya
terjadi pemerosotan jaringan. Pada saat
ini orang sudah dapat digolongkan sebagai malnutrisi , walaupun hanya baru
dengan ditandai dengan penurunan berat badan dan pertumbuhan terhambat.
Patofisiologi menurut Nurcahyono (2007), Pada keadaan ini
yang muncul adalah pertumbuhan yang kurang atau disertai mengecilnya otot dan
menghilangnya lemak di bawah kulit. Kelainan demikian merupakan proses
psikologis untuk kelangsungan jaringan hidup.
Tubuh memerlukan energi dan dapat dipenuhi
oleh makanan yang diberikan
5. PATHWAYS

6. MANIFESTASI KLINIS
a. Marasmus
Menurut Anggoro (2007) marasmus
adalah kekurangan energi pada makanan yang menyebabkan cadangan protein lebih terpakai sehingga anak menajdi kurus
dan emosional dan tanda-tanda kurus (simpanan lemak dan protein yang disertai
gangguan fisiologi sampai terjadinya oedem aktivitas metabolik normal/rendah).
Menurut Sugiono (2007) marasmus
merupakan akibat dari kelaparan yang hampir menyeluruh. Seorang anak yang
mengalami marasmus, mendapatkan sangat sedikit makanan, sering disebabkan
karena ibu tidak dapat memberikan ASI. Badannya sangat kurus akibat hilangnya
otot dan lemak tubuh. Hampir selalu disertai terjadinya infeksi. Jika anak
mengalami cedera atau infeksi yang meluas, prognosanya buruk dan bisa berakibat
fatal.
Menurut Purhadi (2007) Marasmus
umumnya dialami masyarakat yang menderita kelaparan. Marasmus adalah
permasalahan serius yang terjadi di Negara-negara berkembang. Menurut data WHO sekitar 49% dari 10,4 juta
kematian yang terjadi pada anak-anak di bawah usia 5 tahun di Negara berkembang
berkaitan dengan defisiensi energi dan protein sekaligus. Marasmus juga umum
terjadi pada anak-anak miskin perkotaan, anak-anak dengan penyakit kronik dan
akan-anak dipenjara. Tingginya jumlah penderita marasmus tak hanya menimbulkan
resiko kematian tapi juga menyebabkan syaraf otak tidak berkembang optimal.
Dari keterangan di atas dapat
disimpulkan bahwa marasmus adalah kekurangan energi pada makanan yang
menyebabkan cadangan protein lebih terpakai sehingga anak menjadi kurus dan
emosional yang diakibatkan oleh kelaparan secara menyeluruh.
Menurut Nurcahyo (2007). Pada
keadaan ini yang menyolok adalah pertumbuhan yang kurang atau terhenti disertai
otot dan menghilangnya lemak di bawah kulit. Pada mulanya kelainan demikian
merupakan proses fisiologis. Untuk kelangsungan hidup jaringan, tubuh yang
memerlukan energi yang dapat dipenuhi oleh makanan yang diberikan, sehingga harus
dapat dari tubuh sendiri, sehingga cadangan protein digunakan juga untuk
memenuhi kebutuhan energi tersebut.
Penghancuran jaringan pada
defisiensi kalori tidak saja membantu memenuhi kebutuhan energi, akan tetapi
juga untuk memungkinkan sintesis glukosa
dan metabolit esensial lainnya seperti asam amino untuk komponen homeostatic.
Oleh karena itu pada marasmus berat kadang-kadang masih ditemukan asam amino
yang normal sehingga hati masih dapat membentuk cukup albumia.
Tanda dan Gejala Menurut Hamzah
(2006) tanda-tanda marasmus adalah :
a) Otot akan mengecil/atrofi
b) Apatis
c) Sangat kecil/kurus
d) BB kurang, tidak sesuai umur
e) Kulit kedodoran
f) Muka seperti orang tua dan kulit
kering
g) Perut buncit dengan gambaran usus
yang nyata
h) Vena superfisialis tampak jelas ,
ubun-ubun cekung, tulang pipi dan dagu kelihatan menonjol.
b. Kwashiorkor
Menurut Ngastiyah (2005) kwashiorkor adalah gangguan gizi disertai dengan edema.
Sebab utama penyakit ini adalah defisiensi protein. Penyakit kwashiorkor umunya
terjadi pada anak dari keluarga social ekonomi yang rendah karena tidak mampu
membeli makanan yang mengandung protein hewani seperti : daging, hati, usus,
susu, dsb. Sebenarnya selain protein hewani protein nabati terdapat pada
kedelai, kacang-kacangan juga dapat menghindarkan kekurangan protein tersebut
apabila diberikan, tetapi karena kurangnya pengetahuan orang tua anak menderita
defisiensi protein ini. Sering kurangnya pengetahuan juga adanya factor
takhayul turut menjadi penyebab pula. Kwashiorkor biasanya dijumpai pada golongan
umur tertentu yaitu bayi pada masa disapih dan pada anak pra sekolah yang
merupakan golongan umur yang relatif memerlukan lebih banyak protein untuk tumbuh
sebaik-baiknya.
Menurut Widodo (2005) kwashiorkor adalah gangguan gizi
karena kekurangan protein biasa sering disebut busung lapar. Gejala yang timbul
diantaranya adalah tangan dan kaki bengkak, perut buncit, rambut rontok dan
patah, gangguan kulit.
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa kwashiorkor
adalah suatu keadaan gangguan gizi yang diakibatkan karena kurangnya protein
dalam tubuh.
Menurut Judarwanto (2005) pada kwashiorkor yang klasik
gangguan metabolik
dan perubahan sel menyebabkan ederma dan perlemean hati. Kelainan ini merupakan
gejala yang mencolok. Kekurangan protein dalam diet akan menimbulkan kekurangan
berbagai asam amino esensial yang dibutuhkan untuk sintesis. Karena dalam diet
terdapat cukup karbohidrat, maka produksi insulin akan meningkat dan sebagian
asam amino dalam serum yang jumlahnya sudah kurang tersebut akan disalurkan ke
otot. Berkurangnya asam amino dalam serum merupakan penyebab kurangnya ke otot.
Berkurangnya asam amino dalam serum merupakan penyebab kurangnya pembentukan
albumin oleh hepar sehingga kemudian timbul ederma.
Gejala Klinis Menurut Aditya (2006), gejala klinis
kwashiorkor adalah :
a) Oedem di seluruh tubuh terutama kaki
b) Wajah membulat dan sembab
c) Otot-otot mengecil lebih nyata
apabila diperiksa dalam posisi berdiri dan duduk.
d) Perubahan status mental, cengeng,
rewel, kadang apatis.
e) Anak sering menolak segala jenis
makanan (anoreksia)
f) Pembesaran hati
g) Rambut berwarna kusam dan mudah
dicabut
h) Gangguan kulit berupa bercak merah
yang meluas
i)
Pandangan mata anak tampak sayu
j)
Penatalaksanaan
Menurut
Hamzah (2006)
prinsip pengobatan kwashiorkor adalah:
a. Memberikan makanan yang mengandung
banyak protein bernilai biologi tinggi, tinggi kalori, cukup cairan, vitamin,
dan mineral.
b. Makanan harus mudah dicerna dan
diserap.
c. Makanan yang diberikan secara
bertahap, karena toleransi terhadap makanan sangat rendah
d. Penanganan terhadap penyakit
penyerta
e. Tindak lanjut berupa pemantauan
kesehatan penderita dan penyuluhan gizi tambahan.
7.
STATUS
GIZI
Status gizi
adalah ekspresi dari keadaan
keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture
dalam bentuk variabel tertentu, contoh gondok endemik merupakan keadaaan tidak
seimbangnya pemasukan dan pengeluaran yodium dalam tubuh.
Perlunya
deteksi dini status gizi mengingat penyebabnya sangat kompleks, pengelolaan
gizi buruk memerlukan kerjasama yang komprehensif dari semua pihak.
Bukan hanya
dari dokter maupun tenaga medis, namun juga pihak orang tua, keluarga, pemuka
masyarakat maupun agama dan pemerintah. Langkah awal pengelolaan gizi buruk
adalah mengatasi kegawatan yang ditimbulkannya, dilanjutkan dengan "frekuen
feeding" (pemberian makan yang sering, pemantauan akseptabilitas diet
penerimaan tubuh terhadap diet yang diberikan), pengelolaan infeksi dan
pemberian stimulasi. Perlunya pemberian diet seimbang, cukup kalori dan protein
serta pentingnya edukasi pemberian makan yang benar sesuai umur anak, Pada
daerah endemis gizi buruk perlu distribusi makanan yang memadai.
Menurut Menkes
No. 9201 menkes/SK/VIII/2002 status gizi ditentukan berdasarkan Z-SCORE
berdasarkan berat badan (kg) terhadap umur (bulan) yang diklasifikasikan
sebagai berikut :
·
Gizi Lebih: apabila berat badan balita
berada > +2 SD (Standar Deviasi)
·
Gizi Baik : apabila berat badan balita
berada antara <-2 SD
·
Gizi Buruk: apabila berat badan balita
<-3 SD
a. Penilaian Status Gizi Secara Langsung
Penilaian status gizi secara langsung
dapat dibagi menjadi empat penilaian yaitu antropometri, klinis, biokimia dan
biofisik.
1) Antropometri
Antropometri secara umum digunakan
untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan
ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti
lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh.
a) Indeks Masa
Tubuh (IMT) Atau Body Mass Index (BMI)
Salah satu contoh penilaian ststus gizi
dengan antropometri adalah Indeks Massa Tubuh. Indeks Massa Tubuh (IMT) atau
Body Mass Index (BMI) merupakan alat atau cara yang sederhana untuk memantau
status gizi orang dewasa, khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan
kelebihan berat badan. Berat badan kurang dapat meningkatkan resiko terhadap
penyakit infeksi, sedangkan berat badan lebih akan meningkatkan resiko terhadap
penyakit degeneratif. Oleh karena itu, mempertahankan berat badan normal
memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup yang lebih.
Pedoman ini bertujuan memberikan penjelasan
tentang cara-cara yang dianjurkan untuk mencapai berat badan normal berdasarkan
IMT dengan penerapan hidangan sehari-hari yang lebih seimbang dan cara lain
yang sehat.
Untuk memantau
indeks masa tubuh orang dewasa digunakan timbangan berat badan dan pengukur
tinggi badan. Penggunaan IMT hanya untuk orang dewasa berumur > 18 tahun dan
tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil, dan olahragawan.
Untuk mengetahui nilai IMT ini, dapat
dihitung dengan rumus berikut:
Menghitung
Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan rumus:
IMT = Berat Badan (kg)/(Tinggi Badan
(cm)/100)2
|
Kategori
|
Keterangan
|
IMT
|
|
Kurus
|
Kekurangan berat badan tingkat berat
|
<>
|
|
Kurus sekali
|
Kekurangan berat badan tingkat ringan
|
17,0 – 18,4
|
|
Normal
|
Normal
|
18,5 – 25,0
|
|
Gemuk
|
Kelebihan berat badan tingkat ringan
|
25,1 – 27,0
|
|
Obes
|
Kelebihan berat badan tingkat berat
|
> 27,0
|
Untuk mengukur
status gizi anak baru lahir adalah dengan menimbang berat badannya yaitu : jika
≤ 2500 gram maka dikategorikan BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) jika 2500 – 3900
gram Normal dan jika ≥ 4000 gram dianggap gizi lebih.
KONSEP ASUHAN
KEPERAWATAN
1. Pengkajian
1. Data biografi
Sering terjadi pada anak
usia kurang dari 5 tahun. Tidak ada perbedaan jenis kelamin, ras, tradisi dan
kebiasaan turun temurun terutama mengenai makanan, dan lingkungan fisik.
2. Riwayat penyakit
a. Riwayat penyakit sebelum sakit
Pernah menderita
BBLR/penyakit infeksi/trauma/kanker. Kebiasaan berobat ke Puskesmas/RS, dan
adanya alergi.
b. Riwayat penyakit sekarang
Keluhan utama biasanya
nafsu makan menurun. Proses terjadinya sakit diawali pemberian asupan makanan
yang kadar proteinnya kurang dalam waktu cukup lama/ adanya riwayat BBLR,
penyakit infeksi, trauma, dan kanker.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Ada tidaknya penyakit
yang pernah diderita oleh anggota keluarga maupun penyakit yang sedang diderita
oleh anggota keluarga.
3. Riwayat kehamilan
Menjelaskan ada tidaknya
kelainan pada waktu kehamilan, seperti pendarahan pervagina, trauma, penyakit
serta minum obat-obatan dan kebiasaan makan.
4. Riwayat kelahiran
Adanya riwayat Berat
Badan Lahir Rendah (BBLR).
5. Riwayat perkembangan
dan pertumbuhan
a. Pertumbuhan
1) BB saat lahir: Normalnya
pada bayi lahir cukup bulan adalah 3280 sampai 3400 gram.
2) BB dan TB pada usia 6 bulan:
Normalnya BB 7,4 kg dengan TB 66 cm.
3) BB dan TB pada usia 12
bulan: Normalnya BB 9,9 kg dengan TB 74,5 cm.
b. Perkembangan motorik
1) Dapat
menghisap pada usia: normalnya umur 0-4 bulan.
2) Dapat
menggenggam pada usia: normalnya sekitar 1 bulan.
3) Dapat
tengkurap pada usia: normalnya pada usia 5 bulan.
4) Dapat
duduk pada usia: Normalnya usia 7-8 bulan.
5) Dapat
berdiri dengan bantuan pada usia: Normalnya pada usia 9 bulan.
6) Dapat
berdiri sendiri pada usia: Normalnya pada usia 10 bulan.
6. Riwayat makanan
a. ASI:
Normal pada usia 0-12 bulan.
b. Makanan
tambahan: ya/tidak. Jenisnya berupa bubur/bubur susu dan lain-lain.
c. Pemberian
vitamin: ya/tidak.
7. Riwayat imunisasi
a. BCG
pada umur: Pemberian imunisasi BCG satu kali pada umur bayi umur 2 atau 3
bulan.
b. Polio pada umur: Frekuensi pemberian
imunisasi Polio adalah empat kali antara umur 0-11 bulan dengan interval pemberian 4 minggu.
c. DPT pada umur: Frekuensi pemberian
imunisasi DPT adalah 3 kali antara umur 2-11 bulan dengan interval 4 minggu.
d. Hepatitis B pada umur: Frekuensi
pemberian imunisasi Hepatitis B adalah tiga kali pada usia antara 0-11 bulan.
e. Lain-lain:
Imunisasi Campak, Tiphus abdominalis, dan lain-lain.
8. Observasi
a. Keadaan
umum: kurus.
b. Tanda-tanda vital: TD, nadi, dan
pernafasan menurun (pada marasmus) dan takikardi, tekanan darah meningkat (pada
kwasiokor).
9. Pemeriksaan fisik
a. Rambut:
berwarna kusam, kering, tipis, mudah dicabut.
b. Wajah: membengkak, sembab (pada
kwasiokor), wajah seperti orang tua (pada marasmus), terdapat flek hitam di
bawah mata,, pembesaran kelenjar parotis, pembengkakan kelenjar gondok dan
kelenjar parotis.
c. Mata:
koncjungtiva pucat dan kering, kornea kering.
d. Bibir:
kering.
e. Lidah:
membengkak, kemerahan, kasar, papila atrofi.
f. Gigi:
tanggal/ berlubang.
g. Gusi:
mudah berdarah.
h. Kulit: kering, jaringan lemak bawah
kulit berkurang/ hilang, pelagra (kulit kasar), edema (pada kwasiokor).
i. Kuku:
rapuh.
j. Ektremitas: adanya atropi
tonus otot dan tidak dapat berjalan dengan baik, dapat terjadi edema pada
kwasiokor.
k. Jantung:
ritme tak normal, adanya pembesaran jantung.
l. Perut:
terdapat pembesaran hepar/ hepatomegali (biasanya ada penyakit lain).
10 Pola fungsi
kesehatan
a. Kebutuhan
nutrisi
Adanya mual, muntah, rasa
haus, sakit mulut, kesukaran makan, masalah pencernaan, berat badan menurun dan
lain-lain.
b. Istirahat
dan tidur:
Anak cengeng dan rewel
dan kesulitan tidur.
c. Persepsi
diri-konsep diri:
Anak gelisah.
d. Aktifitas
Anak lemas dan malas
beraktifitas.
e. Personal
Hygiene:
Karena anak lemas dan
beraktifitas, sehingga untuk kebersihannya juga tidak terpenuhi secara optimal.
11. Pemeriksaan
penunjang
a. Pemeriksaaan
Antropometri
Meliputi tinggi badan, berat badan, tebal
lipatan kulit dan lengan.
1) Tinggi badan
Nilai tinggi badan normalnya pada anak:
a) Usia
0-6 bulan: 60 cm
b) Usia
6-12 bulan: 71 cm
c) Usia
1-3 tahun: 90 cm
d) Usia
4-6 tahun: 112 cm
2) Berat
badan
3) Tebal
lipatan kulit
Salah satu teknik pengukuran komposisi lemak
tubuh adalah dengan menggunakan Skinfold Caliper. Bagian-bagian
tubuh yang umumnya diukur adalah tricep, bicep, subscapula dan suprailliac.
4) Lingkar
lengan
b. Pemeriksaan
laboratorium:
1) Hb
a) Usia 1-3 hari (normal: 14,5-22,5 g/dL)
b) Usia 2 bulan (normal: 9,0-14,0 g/dL)
2) Protein
plasma, seperti albumin, transferrin, retinol yang mengikat protein.
c. Terapi
diit:
1) Pemberian
diet dengan
protein.
2) Karbohidrat,
vitamin dan mineral kualitas tinggi.
2, Diagnosa Keperawatan
1. Manajemen terapeutik keluarga tidak
efektif b/d Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah.
2.
Resiko ketidakseimbangan pertumbuhan b/d Ketidakmampuan keluarga mengenal
masalah
\
DAFTAR
PUSTAKA
Basuki, U. 2003, Faktor-faktor yang
Berhubungan dengan Status Gizi Baduta (6-23 bulan) pada Keluarga Miskin &
Tidak Miskin di Kota Bandar Lampung, FKMUI
FK UI. 2007, Ilmu Kesehatan
Anak, Cetakan kesebelas, Bagian Ilmukesehatan Anak, Fakultas
Kedokteran, Universitas Indonesia
Hidayati, 2000. Status Gizi Balita Berdasarkan Karakteristik Balita dan
Keluarga di Provinsi Sumatera Barat Tahun 1998, Skripsi, FKM-UI, Depok
Hadi, I. 2005, Faktor-faktor yang
Berhubungan dengan Status Gizi Balita di Kelurahan Neglasari dan Kedaung Wetan,
Skripsi, FKM-UI, Depok
Hermann, W. 2003, ‘USDA Nutrient Database’, American Journal
of Clinical Nutr.
Hermansyah, 2002, Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Kejadian KEP Anak Umur 6-59 Bulan Pada Keluarga Miskin di Kota Sawah Lunto,
Tesis, FKMUI
Supriatna, N. 2004. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Status Gizi Anak Usia 24-60 Bulan di Kecamatan Rajagaluh Kabupaten Majalengka,
FKM-UI
Susanto,MKM. Analisis faktor-faktor
yang berhubungan dengan IMT/U pada Balita Vegetarian Lakto Ovo dan Non
Vegetarian di DKI Jakarta, 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar